Breaking News

Minggu, 25 Desember 2011

Ketika Kematian Memanggil

Aku termangu memandang sosok didepanku. Ia terbaring kaku diselimuti kain berlapis. Sekujur tubuhnya terbalut kain kafan berwarna putih.dan dihidungnya terdapat gumpalan kapas,sedangkan matanya menutup. Terlihat damai seperti orang yang baru saja tidur.

Saat itu ramai. Orang-orang sibuk menata kursi. Di luar ada kain yang dipasang segi empat dan dibawahnya tanah masih basah. Di situlah tempat jenazah itu baru saja dimandikan.dan kini tempat itu sudah dibereskan diganti dengan kursi-kursi yang tertata sembarangan serta piring berisi permen yang diletakkan begitu saja. Tentu saja permen-permen malah jadi rebutan anak-anak, daripada orang-orang yang berwajah duka.
Suasana didalam rumah pun tidak jauh berbeda. Semua orang sibuk memindahkan isi rumah keluar, sehingga ruang tamu rumah itu kosong. Hanya tersisa jenazah dan orang-orang yang mengelilinginya dengan mata sembab karena menangis. Sejenak, sekumpulan bapak-bapak datang dengan muka dan tangan yang basah dan air menetes darinya. Mereka membenahi baju dan saling menatap untuk mengatur barisan sholat. Segera setelah itu mereka menyusun shaf dan memulai sholat jenazah dengan pak haji di depan dan aku pun dibelakang mereka.
Setelah itu suasana kembali riuh. Satu persatu pelayat menyalami keluarga jenazah. Di sisi jenazah, tampak ibu temanku yang menanggis terguguk. Disebelahnya ibuku terdiam sambil meneteskan air mata. Kedua orangtua kami memang bersahabat. Temanku sangat akrab dengan keluargaku, bahkan sudah seperti anaknya sendiri. Begitupun aku. Sehingga tidak heran, jika saat ini keluargaku dan keluarga temanku pun bersedih. Mereka saling menghibur dan saling memberi kekuatan agar tabah menghadapi ujian.
Ketika waktu hampir pukul 11, beberapa laki-laki yang kekar mengambil keranda jenazah. Setelah itu jenazah dipindahkan dan diangkat dalam keranda. Sebelum keranda dibawa ke pemakaman, diadakan upacara singkat dipimpin Pak Kayim. Setelah itu, dari pihak keluarga dan pihak tokoh masyarakat memberikan komentar satu persatu, maka jenazahpun diberangkatkan. Saat itu tangis ibu temanku semakin terguguk, dan ibuku memeluknya sambil menangis dalam diam.
Namun tiba-tiba, ketika jenazah akan dimakamkan, ibu temanku berteriak “Roni!”. Semua kaget, termasuk aku, dan aku pun menoleh ke asal suara.
***
Waktu berputar satu bulan kebelakang. Saat itu Roni mengatakan bahwa dia menyukai seseorang. Sebagai sahabat yang seperti saudara akupun mendukungnya. Dan saat aku tanya siapa namanya, dia bilang, “Ratna”.
Aku kaget. Ratna, adalah gadis manis dan baik dikelasku. Tipe seperti Ratna banyak yang menyukainya, termasuk aku. Tapi tentu diam-diam. Aku tidak berani menyatakannya.
Ternyata, kini ternyata Roni pun menyukainya. Aku menjadi bingung. Apalagi dia minta aku untuk menyampaikan salam untuknya. Aku semakin bingung.
“Hai”
Aku terkejut, Ratna sudah didekatku.
“Mana pacarmu ? biasanya kalian berdua terus”
“Siapa? Aku belum punya pacar kok.”
“Itu” sudut matanya mengarah pada Roni yang sedang main basket di lapangan.
“Ooo..” Aku tersenyum “Kita kan normal, suka juga cewek kok” aku mulai bercanda untuk mencairkan suasana, sambil menggoda gadis manis itu.
“Apaan sih ?” dia mulai merona merah. Tiba-tiba di berkata, “Habis..ada cewek cantik gini dianggurin. Kamu lebih sering bareng sahabatmu daripada bareng cewek cantik didepanmu ini”
Aku terdiam. Mukaku memerah. Muka Ratna juga. Apa maksudnya dia berkata semua itu? Apa artinya dia menyukaiku? Ah, tidak mungkin. Ini cuma perasaanku. Aku cuma ge-er aja.
Tiba-tiba Roni menepuk pundakku. “Hei, ngobrol apa nih. Serius banget. Eh, ada Ratna”
Aku dan Ratna sama-sama kaget. Sejurus kemudian, dia sepertinya tidak suka dengan kehadiran Roni.
“Ya udah deh. Nanti ketemu lagi ya dikelas. Bye”
“ Bye” Roni yang menjawab. Tak kuasa melihat Ratna yang beranjak pergi.
Kemudian, dia bertanya padaku. “Ngobrol apa nih, sama Ratna? Kayaknya serius banget”
Aku masih dalam kagetku, dan hanya menjawab sekenanya “Dia nitip salam buat mu”
“Beneran? Asyiiik…” Roni kelihatan riang. Tapi aku tidak peduli. Aku masih memandangi sosok Ratna yang menjauh dan tergiang kata-katanya yang terakhir baru saja.
Selanjutnya aku dan Ratna semakin dekat. Meskipun kita tidak pernah menyatakan secara lisan, tetapi bahasa tubuh kami sudah saling menceritakan, bahwa kami menyukai satu sama lain. Hanya saja hatiku terus berontak, terutama jika aku mengingat Roni, yang terus menitipkan salam tetapi aku abaikan begitu saja.
***
Sebulan kemudian, Roni tiba-tiba mendatangi-ku dengan muka marah. Wajahnya mengeras menahan emosi. Nafasnya memburu dan tangannya mengepal siap menghancurkan apa saja yang menghalanginya. Aku sampai kaget. Baru kali ini, aku melihat Roni semarah itu.
Secepat kilat dia menuju-ku. Menerjang semua teman-temanku yang menghalangi jalannya.
“Kurang ajar, Kamu !! Beraninya makan teman sendiri. ” sekuat tenaga dia mencengkeram kerah bajuku.
Aku berusaha menaham tenaganya yang semakin kuat karena emosi “Apa maksudmu Ron?”
“Kamu pacar Ratna kan? Kamu merebut Ratna dariku kan?!” Roni hampir saja memukul aku. Aku terpaksa mendorong tubuhnya.
“Dengar dulu penjelasanku.”
Roni justru semakin marah ketika aku mendorongnya. Dia malah mengejarku dan hendak memukulku. Teman-teman yang berusaha melerai dihempas begitu saja olehnya.
“Ratna yang mengaku. Baru saja aku menyakan cinta padanya..tapi katanya dia sudah punya pacar..yaitu KAMU.!!!”
Roni mulai mengamuk, dan aku berusaha tidak terjangkau olehnya. Pikiranku buntu. Aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Yang kupikirkan, bagaimana bisa secepatnya menghentikan Roni yang sudah seperti banteng terluka itu.
“Aku dan Ratna tidak pacaran. Itu alasan untuk menolakmu” setengah berteriak aku padanya. Tak percaya sahabatku selama ini sangat emosional dan marah padaku. “Tenang dulu Ron”
Tapi Roni tidak mendengarku. Tiba-tiba dia mencekalku. Dan aku harus mempertahankan diri. Hingga perkelahian itu tidak terelakkan.
Saat itu aku ingat ada cutter di saku celanaku. Mungkin bisa aku gunakan untuk menakutinya. Ketika aku ambil cutter itu, dia melihatnya. Dan kami bergumul sangat sengit. Bertarung memperebutkan cutter di tanganku.
Tiba-tiba…”AAARGH!!!!!..” Roni berteriak.
Dan kami membeku. Saling menatap dengan nafas memburu. Waktu seakan berhenti sampai kami bisa mendengar suara menetes. Tes..tes…suara tetesan darah. Salah seorang dari kami terluka. Kemudian gelap, aku tidak ingat apa-apa.
***
“Roni !!” ibu temanku berteriak dan kami semua menoleh. Saat itu kami melihat ibu temanku berlari ke seorang pemuda. Dia datang bersama polisi yang mengawalnya. Tangannya terikat borgol. Terlihat jelas bahwa dia adalah tahanan polisi. Ibu temanku berteriak dan berlari memeluknya. Semua mata memandangnya. Termasuk aku.
Kemudian Roni datang menemui ibuku. Dia berlutut dan menunduk didepan orangtuaku. Bibirnya terus mengucapkan kata-kata maaf sambil menangis. Dia tampak sangat menyesal. Siapapun yang melihatnya terharu. Apalagi orangtuku yang sangat baik dan pemaaf itu. Ibuku kemudian meraih pundaknya. Sambil berkata ini sudah takdir. Kita harus tabah. Saat ini, suasana menjadi sangat mengharukan.
Setelah itu pemakaman dilanjutkan. Roni meminta untuk ikut menurunkan dan memakamkan jenazah. Sambil air matanya terus bercucuran. Terakhir Pak Kayim membacakan beberapa doa yang terasa menyejukkan untukku, dan setelah usai, satu per satu pelayat pulang. Tinggal keluargaku dan keluarga Roni. Juga Roni yang berdiri di dekat makam didampingi polisi disisinya.
“Maafkan aku Galih..maafkan aku….” Roni masih menangis sambil terisak didepanku. Aku hanya terdiam.
Dan kemudian Roni pergi setengah ditarik oleh polisi-polisi itu. Seandainya tidak ditarik, mungkin Roni tidak mau kembali ke tahanan. Kemudian diikuti oleh keluarga Roni dan keluargaku.
Kini, tinggal aku sendiri. Berada sendirian disini. Aku mulai ketakutan. Sebentar lagi, aku akan dilupakan. Saat ini mereka menangis, akankah esok mereka masih menangis? Tiba-tiba aku merasa sesuatu yang mendekat dan semakin dekat. Aku semakin ketakutan. Apa itu? apakah amalku yang baik, atau amalku yang buruk ?
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog