Finally, insipirasi ini datang juga.
Setelah pulang dari TOT Surabaya, saya bertanya-tanya, kenapa belum juga ada
ide untuk menuliskan sesuatu ? Apa saya kurang menikmati? Wait, kurang menikmati? Yang benar saja ? bertemu dengan begitu
banyak orang hebat, mulai dari Pak MRR sang Ketua Umum, Pak Mampu (yang namanya
jadi jaminan saya untuk bisa ke TOT), Bu Rose, Pak Kholiq, Pak Karim, pak
Slamet, Pak Joko...dan masih banyak lagi...belum juga Pak Gatot dari Seamolec, dan
lain-lain......that`s amazing...semua
itu bisa mengalihkan dari duniaku...
Namun ide itu datang begitu lama, 2
minggu lamanya. It`s not me. Tak
biasanya saya sulit mencari ide...
Setelah saya renungkan dalam-dalam, mungkin
jawaban mengapa ide tak kunjung datang lebih karena history tentang keikutsertaan saya ke TOT IGI di Surabaya.
***
Mungkin saya adalah satu-satunya peserta
yang datang dengan penuh tanda tanya, dan yah
mungkin sedikit kepesimisan.
Saya datang dengan
pertanyaan-pertanyaan. Pertama, apa sih IGI? siapa itu IGI?
Semua itu menjadi pertanyaan, karena
saya baru bergabung dengan IGI di bulan April 2016. Saya adalah newcomer...mewakili para pendatang
baru..dan mewakili lingkungan saya, yang masih sangat asing dan awam. Hanya
bedanya saya suka menulis dan saya sungguh terbuka, pada apapun yang
mengajarkan sebuah ilmu. Sedangkan sekitar saya mungkin masih banyak yang belum
membudayakan literasi..atau kalau dengan istilah Ketua Umum, mereka belum
MERDEKA sebagai guru. Tapi, sebelum bergabung IGI saya ada dalam lingkungan
dengan kepesimisan yang demikian, dan sedikit banyak itu mulai meracuni dalam
sinaps otak saya.
Kedua, adalah sistem TOT surabaya yang
mencengangkan. Yaitu harus membawa
tablet Samsung A8. Persyaratan menggunakan gagdet masih bisa saya
terima? Tapi harus Samsung? Harus A8?
Well, pasti ada alasan hebat dibalik
semua ini. Dan untuk mencari tahu jawabannya, saya harus datang ke TOT
surabaya. Harus.
***
Dan dengan dukungan semua pihak, saya
ikuti aturan mainnya. Saya ganti J7 dengan A8. Saya ikuti semua channel
telegram dan facebook. Saya amati, kemana arah angin berhembus, sambil
bertanya-tanya, apakah pertanyaan-pertanyaan saya terjawab? Dan ini
kesimpulannya.
***
IGI, Ikatan Guru Indonesia.
Cobalah ketika dulu sebelum TOT, saya ke
sekolah memakai seragam IGI. Apa yang terjadi? Saya ditertawakan. Ya....ditertawakan.
Mereka mengatakan, “Wuuih rapih temen..kaya bu dokter” (wuuihh rapi benar? Kaya bu
dokter-red).
Ada juga yang komentar “Wah, njenengan (anda-red) kaya ajudannya
anies baswedan lah”
Malah ada juga yang meledek dengan
“selfi ah, dengan petinggi IGI”
Padahal saya bukan apa-apanya IGI. Hanya
anggota.
Nyaman? Tentu tidak. Dan dulu –sekali
lagi..dulu- saya memilih untuk tidak lagi menggunakan seragam IGI lagi Ke
sekolah. Belum kuat mental saya.
Tapi disini, di TOT Surabaya, saya
melihat sesuatu yang berbeda. Bahwa menggunakan seragam ataupun PIN IGI adalah
sebuah kebanggaan. Saya bertanya-tanya berapa lama IGI berdiri? Saya pikir
belumlah setua Indonesia merdeka. Tapi lihatlah..ada berapa ratus para petinggi
IGI yang begitu loyal...begitu militan. Memperjuangan IGI, dan mereka begitu
bangga dengan mengatakan “Saya bangga menjadi anggota IGI”....that`s amazing.
Saya sering ikut organisasi. Dan membuat
anggota organisasi menjadi militan bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu
kepercayaan yang sangat besar. Perlu pembuktian komitmen yang sangat besar,
atau uang yang sangat banyak. Tapi yang terakhir ini di IGI tidak ada. Justru
anggota yang dengan sukarela menyumbangkan dana pribadi demi pengembangan IGI.
Jadi
sudah hampir pasti..kepercayaan kepada para owner yang muncul dari komitmen
mereka yang luar biasa serta sistem yang terus diperbaiki dari hari ke hari.
Inilah kunci mengikat hati para anggota yang luar biasa ini.
Maka kesimpulan saya...IGI adalah
organisasi, yang secara definisi adalah kumpulan orang-orang –dalam hal ini
guru- yang memiliki visi yang sama..yaitu meningkatkan kompetensi. Belajar
tanpa henti. Belajar secara mandiri. Tidak tergantung siapapun. Murni karena
niat dari dalam diri sendiri. Sekali lagi, guru yang Merdeka.
Dan guru demikian, adalah jaminan
cerahnya pendidikan indonesia dimasa depan.
Tidak ada alasan untuk tidak bergabung.
Khususnya bagi mereka yang mencintai ilmu. dan harusnnya kita para guru memang
harus bergabung. Kenapa? Karena kita guru. Kita sudah sangat wajib mencintai
ilmu. kita yang mengajarkan ilmu, masak kita tidak mencintainya. Jadi kalau
anda memang guru, selayaknya anda sangat sangat berminat bergabung bersama IGI.
***
Next, soal materi...
IGI menjadi wadah berkumpulnya guru yang
hebat. Secara penguasaan jelas mereka mumpuni. Contohlah Pak Kholiq dengan
HTML-nya mengajak membuat inovasi dalam Sagusanov. Pak Slamet Riyanto pemegang
rekor dengan 180 buku yang telah terbit dan Pak Joko Wahyono penulis buku best seller, mengajak guru untuk
menulis, dan masih banyak lagi, sehingga dibagi menjadi 8 kanal yang siap
diluncurkan.
Kanal pertama, animasi pembelajaran berbasis
tablet (APBT). Dikawal oleh Bapak Sekjen IGI, Bapak Mampuono. Mengajarkan optimalisasi
belajar menggunakan potensi gagdet yang kita miliki. Selama ini masyarakat awam
pada umumnya, khususnya guru, masih banyak yang tidak mengerti betapa powerfull nya gagdet yang mereka beli
dengan harga jutaan. Standar yang digunakan hanyalah untuk telepon, sms, media
sosial, dan memotret. Padahal smartphone itu lebih smart dari yang kita bayangkan. Salah
satu yang bisa kita gunakan adalah membuat media pembelajaran animasi. Gagdet yang
dibeli sebenarnya sudah mendukung kreatifitas guru dalam mengajar. Setidaknya membuat
pembelajaran menjadi lebih menarik.
Kanal kedua, media komik pembelajaran interaktif
diintegrasikan dengan lectora inspire 16 bersama Bp Abdul Karim. Komik adalah
media yang menarik secara universal pada semua kalangan. Sekali lagi
optimalisasi media yang kita punya, sudah sangat mendukung kreatifitas guru
dalam berkarya.
Kanal ketiga, Satu Guru Satu Baku (SAGUSAKU)
bersama pak Slamet Riyanto dan pak Joko Wahyono. Mengajak para guru untuk
menulis buku. Sebagai bentuk profesionalisme, sudah sewajarnya guru membukukan
ilmunya. Agar bisa dapat dinikmati tidak hanya generasi saat ini, namun juga
generasi berikutnya.
Kanal keempat, Satu Guru Satu KTI (SAGUSAKTI),
berbasis tabet bersama Bp Kasman S, Bp Kamsurya, Bp Fikron Al Choir, dan Bp Mohammad
Hairul. Mengajak guru untuk belajar menulis KTI. Membudayakan literasi dan
sikap ilmiah, untuk mendapatkan solusi dari sebuah masalah.
Kanal kelima, Satu Guru Satu Inovasi
(SAGUSANOV), pembuatan aplikasi pembelajaran berbasis android bersama Bp Abdul
Kholiq. Merupakan sebuah gerakan untuk membuat aplikasi pembelajaran yang dapat
ditanamkan di smartphone siswa sehingga akses belajar lebih mudah dan
menyenangkan.
Kanal keenam, Satu Guru Satu Blog
(SAGUSABLOG), bersama Bp Dahli Ahmad, dan Bp Amin Mungamar. Mengajak guru
membudayakan blog. Sebagai langkah awal dari menulis. Merupakan budaya positif
yang harus dikembangkan oleh setiap guru.
Kanal ketujuh, Animasi Drawing For
Teacher (ADFoT) bersama Bp Elyas. Mengajak guru untuk membuat animasi drawing
untuk menarik siswa. Mengasah kreatifitas demi pembelajaran yang menarik.
Kanal kedelapan, Server Edukasi bersama
Bp Sukari Darno. Mengajak guru mempelajari teknologi untuk pembelajaran. Mengoptimalkan
kemajuan teknologi, demi kemajuan pendidikan.
Tidak ada kanal yang tidak penting,
dengan konsep yang luar biasa. Benar-benar out of the book. Sebuah pembaharuan
pemikiran, yang maju. Dan mungkin, beginilah seharusnya pemikiran guru yang
akan memajukan bangsa.
***
Sekarang soal Tablet A8.
Sebelum berangkat, tentu saya sudah
memegang tablet A8. Sudah saya trial
beberapa minggu. Dan kesan pertama yang muncul adalah..kecewa. mungkin karena
saya terbiasa memegang handphone 6 inchi.
Kekecewaan ini dimulai dari alatnya yang
besar dan berat. Tidak adanya fast charger. Tidak ada nya opsi ganti theme
sebagai personality gagdet. Dan tidak nyamannya apabila kita bermain gagdet
sambil tiduran. Plus saya tidak terbiasa menggunakan stylus. Dan lebih komplit
lagi, saya agak malu kalau pakai di bis kota, seperti yang lakukan sehari-hari.
Bukan karena apa-apa..rasanya barang ini terlalu mewah saya pakai di bis
ekonomi yang sudah buluk dan renta. Rasanya barang seperti ini lebih pantas
naik bus eksekutif macam efisiensi kali ya...ha5x
Ditambah
kembali seperti biasa, rasa pesimis, dan nyinyir dari rekan-rekan di sekolah
saya..
“ganti hp lagi bu? Akeh ya duite (banyak ya uangnya)”
Lalu kata waka kurikulum “ganti hp bu? Anggo
pelatihan ya? Anu sponsor si ya?jane tah
dudu fungsine tapi karena sponsor e?(ganti hp bu? Buat pelatihan ya?
Sponsor sih ya? Sebenarnya bukan karena fungsinya tapi karena sponsornya ya)”
Seperti biasa, nada pesimis dan apriori,
dan lagi-lagi dulu –penekanan pada kata dulu- saya hanya tersenyum. Bingung mau
bilang apa.
Pada saat TOT pun agak sedikit kecewa,
karena waktu satu hari penuh, kami hanya belajar membiasakan gagdet. Saya
sedikit berpikir, sepertinya agak sia-sia waktunya. Cukup bikin e-book optimalisasi
penggunaan tablet A8 bagikan ke kita, dan kayaknya kita bisa pelajari sendiri
deh. Waktu yang ada lebih baik untuk mendalami keilmuan di kanal-kanal yang
ada.
Tapi kemudian, saya sadar, inilah
pikiran egoios saya. Of course sekali
lagi ini lahir dari kelemahan saya, yang tidak sabaran. Saya seharusnya lebih
netral dan jernih, agar ilmu yang disampaikan bisa diserap dengan baik. Karena apriori dapat menghalangi sebuah ilmua
atau keberkahan dari ilmu sendiri itu sendiri.
Saya mulai merubah mindset saya. Saya
rubah seperti layaknya seorang stake
holder yang melihat presentasi dari penyedia multimedia communication di bidang pendidikan. Dan saya akhirnya
melihat, bahwa apa yang samsung ciptakan dalam A8, adalah salah satu jawaban
dari kebutuhan perangkat IT dalam bidang pendidikan.
Kemudahan dalam menulis, searching (baca
: literasi, presentasi, membuat video, membuat perangkat pembelajaran, game,
bahkan buku dan ptk, plus layar yang besar dan tidak membuat sakit mata. Maka
saya sadar, bahwa ini bukan masalah
tools, tapi ini adalah the future
learning......
Pembelajaran masa depan, start by 21 century learning, adalah
bukan semata-mata sebuah tools, tapi sebuah metode. Sebuah mindset yang berbeda
tentang cara mengajar itu sendiri.
Mindset bahwa anak2 harus dibimbing
semakin kreatif, semakian memanfaatkan sebuah tools, apapun yang dia punya,
semakin membuat mereka memiliki passion, dan mimpi untuk diperjuangkan.
Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran
yang mengajarkan apa yang belum ada, mengajarkan anak-anak memecahkan masalah
yang belum ada, dan mengajarkan anak-anak bisa menggunakan perangkat yang belum
tercipta.
Kita tidak mengajarkan obyek, tapi kita
mengajarkan metode. Mengajari how to...
Lalu hubungannya dengan samsung A8? Bagi
saya, ini adalah cara kita memandang sebuah masalah.
Apakah anda fokus pada A8? Atau anda
fokus pada metode pengajarannya.
IGI tidak mengajari semata-mata
samsungnya. Tapi IGI mengajari metodenya. A8 mendukung literasi guru. A8
mendukung guru kreatif. A8 mendukung guru membuat berbagai media pembelajaran
menarik dengan mudah. So what?
Kalau harus A8, why not? Toh spesifikasinya sangat mumpuni. Tidak ada masalah.
Ditambah
samsung siap menjadi rekanan. Mana lagi coba, gagdet yang berkembang sesuai
dengan kebutuhan pendidikan. Kalau besok ada, jelas, dia melihat pasar. Tapi
samsung pionernya.
Saya ingat betul,...jauh sebelum ada
kabar TOT Surabaya, saya cukup interest dengan iklan samsung di televisi
tentang tablet ramah keluarga.tablet aman untuk keluarga. Itu A8.
Ini
yang dicari orangtua dan guru. Gagdet yang membawa kepada kemajuan dan positif
bukan pada pengaruh negatif.
Kalaupun pada akhirnya dipakai untuk
negatif, memang tergantung orangnya sih.
Tapi misalnya gini. Ada sebuah pisau. Di
pakai anak-anak. Berbahaya tentu. Bisa membunuh dan bisa melukai. Tapi bisa
juga dipakai hal yang positif. Apapun pisanya bisa ya?
Nah,
seandainya ada yang menawarkan pisau yang ganggangnya lebih safety. Tidak mudah
licin atau basah. Sehingga dipegang lebih aman. Pisau itu juga dilengkapi
penutup pisau, sehingga anak2 bisa mulai belajar dengan aman, kalau sudah
terampil baru dilepas penutup tajamnya, kemudian dari plastik bebas racun dan
aman untuk kesehatan. Artinya pisau yang diciptakan untuk belajar. Bisa melukai
? tentu..kalau dipakai tanpa pengawasan. Tapi lebih aman? Jelas.
Nah, anda jadi orangtua pilih yang mana?
Tentu pisau yang lebih aman bukan?
Jadi, sekali lagi, ini masalah mindset.
TOT Surabaya, mengajari mindset, bukan hanya tools.
Pelajaran kesekian kalinnya, adalah
ketika pak Gatot menawarkan sebuah pelatihan untuk siswa. Syaratnya adalah
memiliki laptop. Seorang guru dari sekolah biasa mengatakan, “siswa saya tidak
punya laptop pak?”
Jawaban pak Gatot adalah “Solve your problem”
Yes, inilah
mindset. Apapun kendalanya, adalah tugas kita sebagai guru untuk tetap mengajar
dengan baik. Caranya, kita yang berpikir, kita yang merancang, kita yang
mendesain. Jangan banyak mengeluh, jangan banyak alasan. Kita yang memecahkan
masalah. Karena itulah guna nya akal dan pikiran bukan? ini tugas kita bukan?
Kita adalah guru. Pemegang kelanjutan sebuah peradaban. Pewaris hal yang paling
berharga di dunia ini,yaitu ilmu.
Maka ketika ada seorang rekan yang
melihat saya mengajar dengan dengan tablet, dia bertanya,
“High
cost learning ya?”
dan saya sudah bisa jawab. Dengan
tersenyum manis, “Bukan ini Future
learning.” Tentu dengan bangga dan menggunakan seragam IGI.
***