Breaking News

Sabtu, 29 Oktober 2016

TOT IGI di Surabaya, Future Learning or High Cost Learning


Finally, insipirasi ini datang juga. Setelah pulang dari TOT Surabaya, saya bertanya-tanya, kenapa belum juga ada ide untuk menuliskan sesuatu ? Apa saya kurang menikmati? Wait, kurang menikmati? Yang benar saja ? bertemu dengan begitu banyak orang hebat, mulai dari Pak MRR sang Ketua Umum, Pak Mampu (yang namanya jadi jaminan saya untuk bisa ke TOT), Bu Rose, Pak Kholiq, Pak Karim, pak Slamet, Pak Joko...dan masih banyak lagi...belum juga Pak Gatot dari Seamolec, dan lain-lain......that`s amazing...semua itu bisa mengalihkan dari duniaku...
Namun ide itu datang begitu lama, 2 minggu lamanya. It`s not me. Tak biasanya saya sulit mencari ide...
Setelah saya renungkan dalam-dalam, mungkin jawaban mengapa ide tak kunjung datang lebih karena history tentang keikutsertaan saya ke TOT IGI di Surabaya.

***
Mungkin saya adalah satu-satunya peserta yang datang dengan penuh tanda tanya, dan yah mungkin sedikit kepesimisan.
Saya datang dengan pertanyaan-pertanyaan. Pertama, apa sih IGI? siapa itu IGI?
Semua itu menjadi pertanyaan, karena saya baru bergabung dengan IGI di bulan April 2016. Saya adalah newcomer...mewakili para pendatang baru..dan mewakili lingkungan saya, yang masih sangat asing dan awam. Hanya bedanya saya suka menulis dan saya sungguh terbuka, pada apapun yang mengajarkan sebuah ilmu. Sedangkan sekitar saya mungkin masih banyak yang belum membudayakan literasi..atau kalau dengan istilah Ketua Umum, mereka belum MERDEKA sebagai guru. Tapi, sebelum bergabung IGI saya ada dalam lingkungan dengan kepesimisan yang demikian, dan sedikit banyak itu mulai meracuni dalam sinaps otak saya.
Kedua, adalah sistem TOT surabaya yang mencengangkan. Yaitu harus membawa  tablet Samsung A8. Persyaratan menggunakan gagdet masih bisa saya terima? Tapi harus Samsung? Harus A8?
Well, pasti ada alasan hebat dibalik semua ini. Dan untuk mencari tahu jawabannya, saya harus datang ke TOT surabaya. Harus.

***

Dan dengan dukungan semua pihak, saya ikuti aturan mainnya. Saya ganti J7 dengan A8. Saya ikuti semua channel telegram dan facebook. Saya amati, kemana arah angin berhembus, sambil bertanya-tanya, apakah pertanyaan-pertanyaan saya terjawab? Dan ini kesimpulannya.

***
IGI, Ikatan Guru Indonesia.
Cobalah ketika dulu sebelum TOT, saya ke sekolah memakai seragam IGI. Apa yang terjadi? Saya ditertawakan. Ya....ditertawakan.
Mereka mengatakan, “Wuuih rapih temen..kaya bu dokter” (wuuihh rapi benar? Kaya bu dokter-red).
Ada juga yang komentar “Wah, njenengan (anda-red) kaya ajudannya anies baswedan lah
Malah ada juga yang meledek dengan “selfi ah, dengan petinggi IGI”
Padahal saya bukan apa-apanya IGI. Hanya anggota.
Nyaman? Tentu tidak. Dan dulu –sekali lagi..dulu- saya memilih untuk tidak lagi menggunakan seragam IGI lagi Ke sekolah. Belum kuat mental saya.
Tapi disini, di TOT Surabaya, saya melihat sesuatu yang berbeda. Bahwa menggunakan seragam ataupun PIN IGI adalah sebuah kebanggaan. Saya bertanya-tanya berapa lama IGI berdiri? Saya pikir belumlah setua Indonesia merdeka. Tapi lihatlah..ada berapa ratus para petinggi IGI yang begitu loyal...begitu militan. Memperjuangan IGI, dan mereka begitu bangga dengan mengatakan “Saya bangga menjadi anggota IGI”....that`s amazing.
Saya sering ikut organisasi. Dan membuat anggota organisasi menjadi militan bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu kepercayaan yang sangat besar. Perlu pembuktian komitmen yang sangat besar, atau uang yang sangat banyak. Tapi yang terakhir ini di IGI tidak ada. Justru anggota yang dengan sukarela menyumbangkan dana pribadi demi pengembangan IGI.
Jadi sudah hampir pasti..kepercayaan kepada para owner yang muncul dari komitmen mereka yang luar biasa serta sistem yang terus diperbaiki dari hari ke hari. Inilah kunci mengikat hati para anggota yang luar biasa ini.
Maka kesimpulan saya...IGI adalah organisasi, yang secara definisi adalah kumpulan orang-orang –dalam hal ini guru- yang memiliki visi yang sama..yaitu meningkatkan kompetensi. Belajar tanpa henti. Belajar secara mandiri. Tidak tergantung siapapun. Murni karena niat dari dalam diri sendiri. Sekali lagi, guru yang Merdeka.
Dan guru demikian, adalah jaminan cerahnya pendidikan indonesia dimasa depan.
Tidak ada alasan untuk tidak bergabung. Khususnya bagi mereka yang mencintai ilmu. dan harusnnya kita para guru memang harus bergabung. Kenapa? Karena kita guru. Kita sudah sangat wajib mencintai ilmu. kita yang mengajarkan ilmu, masak kita tidak mencintainya. Jadi kalau anda memang guru, selayaknya anda sangat sangat berminat bergabung bersama IGI.

***
Next, soal materi...
IGI menjadi wadah berkumpulnya guru yang hebat. Secara penguasaan jelas mereka mumpuni. Contohlah Pak Kholiq dengan HTML-nya mengajak membuat inovasi dalam Sagusanov. Pak Slamet Riyanto pemegang rekor dengan 180 buku yang telah terbit dan Pak Joko Wahyono penulis buku best seller, mengajak guru untuk menulis, dan masih banyak lagi, sehingga dibagi menjadi 8 kanal yang siap diluncurkan.
Kanal pertama, animasi pembelajaran berbasis tablet (APBT). Dikawal oleh Bapak Sekjen IGI, Bapak Mampuono. Mengajarkan optimalisasi belajar menggunakan potensi gagdet yang kita miliki. Selama ini masyarakat awam pada umumnya, khususnya guru, masih banyak yang tidak mengerti betapa powerfull nya gagdet yang mereka beli dengan harga jutaan. Standar yang digunakan hanyalah untuk telepon, sms, media sosial, dan memotret. Padahal smartphone  itu lebih smart dari yang kita bayangkan. Salah satu yang bisa kita gunakan adalah membuat media pembelajaran animasi. Gagdet yang dibeli sebenarnya sudah mendukung kreatifitas guru dalam mengajar. Setidaknya membuat pembelajaran menjadi lebih menarik.
Kanal kedua, media komik pembelajaran interaktif diintegrasikan dengan lectora inspire 16 bersama Bp Abdul Karim. Komik adalah media yang menarik secara universal pada semua kalangan. Sekali lagi optimalisasi media yang kita punya, sudah sangat mendukung kreatifitas guru dalam berkarya.
Kanal ketiga, Satu Guru Satu Baku (SAGUSAKU) bersama pak Slamet Riyanto dan pak Joko Wahyono. Mengajak para guru untuk menulis buku. Sebagai bentuk profesionalisme, sudah sewajarnya guru membukukan ilmunya. Agar bisa dapat dinikmati tidak hanya generasi saat ini, namun juga generasi berikutnya.
Kanal keempat, Satu Guru Satu KTI (SAGUSAKTI), berbasis tabet bersama Bp Kasman S, Bp Kamsurya, Bp Fikron Al Choir, dan Bp Mohammad Hairul. Mengajak guru untuk belajar menulis KTI. Membudayakan literasi dan sikap ilmiah, untuk mendapatkan solusi dari sebuah masalah.
Kanal kelima, Satu Guru Satu Inovasi (SAGUSANOV), pembuatan aplikasi pembelajaran berbasis android bersama Bp Abdul Kholiq. Merupakan sebuah gerakan untuk membuat aplikasi pembelajaran yang dapat ditanamkan di smartphone siswa sehingga akses belajar lebih mudah dan menyenangkan.
Kanal keenam, Satu Guru Satu Blog (SAGUSABLOG), bersama Bp Dahli Ahmad, dan Bp Amin Mungamar. Mengajak guru membudayakan blog. Sebagai langkah awal dari menulis. Merupakan budaya positif yang harus dikembangkan oleh setiap guru.
Kanal ketujuh, Animasi Drawing For Teacher (ADFoT) bersama Bp Elyas. Mengajak guru untuk membuat animasi drawing untuk menarik siswa. Mengasah kreatifitas demi pembelajaran yang menarik.
Kanal kedelapan, Server Edukasi bersama Bp Sukari Darno. Mengajak guru mempelajari teknologi untuk pembelajaran. Mengoptimalkan kemajuan teknologi, demi kemajuan pendidikan.
Tidak ada kanal yang tidak penting, dengan konsep yang luar biasa. Benar-benar out of the book. Sebuah pembaharuan pemikiran, yang maju. Dan mungkin, beginilah seharusnya pemikiran guru yang akan memajukan bangsa.


***
Sekarang soal Tablet A8.
Sebelum berangkat, tentu saya sudah memegang tablet A8. Sudah saya trial beberapa minggu. Dan kesan pertama yang muncul adalah..kecewa. mungkin karena saya terbiasa memegang handphone 6 inchi.
Kekecewaan ini dimulai dari alatnya yang besar dan berat. Tidak adanya fast charger. Tidak ada nya opsi ganti theme sebagai personality gagdet. Dan tidak nyamannya apabila kita bermain gagdet sambil tiduran. Plus saya tidak terbiasa menggunakan stylus. Dan lebih komplit lagi, saya agak malu kalau pakai di bis kota, seperti yang lakukan sehari-hari. Bukan karena apa-apa..rasanya barang ini terlalu mewah saya pakai di bis ekonomi yang sudah buluk dan renta. Rasanya barang seperti ini lebih pantas naik bus eksekutif macam efisiensi kali ya...ha5x
Ditambah kembali seperti biasa, rasa pesimis, dan nyinyir dari rekan-rekan di sekolah saya..
“ganti hp lagi bu? Akeh ya duite (banyak ya uangnya)”
Lalu kata waka kurikulum “ganti hp bu? Anggo pelatihan ya? Anu sponsor si ya?jane tah dudu fungsine tapi karena sponsor e?(ganti hp bu? Buat pelatihan ya? Sponsor sih ya? Sebenarnya bukan karena fungsinya tapi karena sponsornya ya)”
Seperti biasa, nada pesimis dan apriori, dan lagi-lagi dulu –penekanan pada kata dulu- saya hanya tersenyum. Bingung mau bilang apa.
Pada saat TOT pun agak sedikit kecewa, karena waktu satu hari penuh, kami hanya belajar membiasakan gagdet. Saya sedikit berpikir, sepertinya agak sia-sia waktunya. Cukup bikin e-book optimalisasi penggunaan tablet A8 bagikan ke kita, dan kayaknya kita bisa pelajari sendiri deh. Waktu yang ada lebih baik untuk mendalami keilmuan di kanal-kanal yang ada.
Tapi kemudian, saya sadar, inilah pikiran egoios saya. Of course sekali lagi ini lahir dari kelemahan saya, yang tidak sabaran. Saya seharusnya lebih netral dan jernih, agar ilmu yang disampaikan bisa diserap dengan baik. Karena apriori dapat menghalangi sebuah ilmua atau keberkahan dari ilmu sendiri itu sendiri.
Saya mulai merubah mindset saya. Saya rubah seperti layaknya seorang stake holder yang melihat presentasi dari penyedia multimedia communication di bidang pendidikan. Dan saya akhirnya melihat, bahwa apa yang samsung ciptakan dalam A8, adalah salah satu jawaban dari kebutuhan perangkat IT dalam bidang pendidikan.
Kemudahan dalam menulis, searching (baca : literasi, presentasi, membuat video, membuat perangkat pembelajaran, game, bahkan buku dan ptk, plus layar yang besar dan tidak membuat sakit mata. Maka saya sadar, bahwa  ini bukan masalah tools, tapi ini adalah the future learning......
Pembelajaran masa depan, start by 21 century learning, adalah bukan semata-mata sebuah tools, tapi sebuah metode. Sebuah mindset yang berbeda tentang cara mengajar itu sendiri.
Mindset bahwa anak2 harus dibimbing semakin kreatif, semakian memanfaatkan sebuah tools, apapun yang dia punya, semakin membuat mereka memiliki passion, dan mimpi untuk diperjuangkan.
Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang mengajarkan apa yang belum ada, mengajarkan anak-anak memecahkan masalah yang belum ada, dan mengajarkan anak-anak bisa menggunakan perangkat yang belum tercipta.
Kita tidak mengajarkan obyek, tapi kita mengajarkan metode. Mengajari how to...
Lalu hubungannya dengan samsung A8? Bagi saya, ini adalah cara kita memandang sebuah masalah.
Apakah anda fokus pada A8? Atau anda fokus pada metode pengajarannya.
IGI tidak mengajari semata-mata samsungnya. Tapi IGI mengajari metodenya. A8 mendukung literasi guru. A8 mendukung guru kreatif. A8 mendukung guru membuat berbagai media pembelajaran menarik dengan mudah. So what?
Kalau harus A8, why not? Toh spesifikasinya sangat mumpuni. Tidak ada masalah.
Ditambah samsung siap menjadi rekanan. Mana lagi coba, gagdet yang berkembang sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Kalau besok ada, jelas, dia melihat pasar. Tapi samsung pionernya.
Saya ingat betul,...jauh sebelum ada kabar TOT Surabaya, saya cukup interest dengan iklan samsung di televisi tentang tablet ramah keluarga.tablet aman untuk keluarga. Itu A8.
Ini yang dicari orangtua dan guru. Gagdet yang membawa kepada kemajuan dan positif bukan pada pengaruh negatif.
Kalaupun pada akhirnya dipakai untuk negatif, memang tergantung orangnya sih.
Tapi misalnya gini. Ada sebuah pisau. Di pakai anak-anak. Berbahaya tentu. Bisa membunuh dan bisa melukai. Tapi bisa juga dipakai hal yang positif. Apapun pisanya bisa ya?
Nah, seandainya ada yang menawarkan pisau yang ganggangnya lebih safety. Tidak mudah licin atau basah. Sehingga dipegang lebih aman. Pisau itu juga dilengkapi penutup pisau, sehingga anak2 bisa mulai belajar dengan aman, kalau sudah terampil baru dilepas penutup tajamnya, kemudian dari plastik bebas racun dan aman untuk kesehatan. Artinya pisau yang diciptakan untuk belajar. Bisa melukai ? tentu..kalau dipakai tanpa pengawasan. Tapi lebih aman? Jelas.
Nah, anda jadi orangtua pilih yang mana? Tentu pisau yang lebih aman bukan?
Jadi, sekali lagi, ini masalah mindset. TOT Surabaya, mengajari mindset, bukan hanya tools.
Pelajaran kesekian kalinnya, adalah ketika pak Gatot menawarkan sebuah pelatihan untuk siswa. Syaratnya adalah memiliki laptop. Seorang guru dari sekolah biasa mengatakan, “siswa saya tidak punya laptop pak?”
Jawaban pak Gatot adalah “Solve your problem
Yes, inilah mindset. Apapun kendalanya, adalah tugas kita sebagai guru untuk tetap mengajar dengan baik. Caranya, kita yang berpikir, kita yang merancang, kita yang mendesain. Jangan banyak mengeluh, jangan banyak alasan. Kita yang memecahkan masalah. Karena itulah guna nya akal dan pikiran bukan? ini tugas kita bukan? Kita adalah guru. Pemegang kelanjutan sebuah peradaban. Pewaris hal yang paling berharga di dunia ini,yaitu ilmu.
Maka ketika ada seorang rekan yang melihat saya mengajar dengan dengan tablet, dia bertanya,
High cost learning ya?”
dan saya sudah bisa jawab. Dengan tersenyum manis, “Bukan ini Future learning.” Tentu dengan bangga dan menggunakan seragam IGI.
***




Read more ...

Kamis, 06 Maret 2014

Membuat Kacamata 3D Sendiri

Tahu kah kalian? bahwa foto dibawah ini apabila dilihat tampak seperti nyata dan keluar dari gambarnya?

Jika kalian tidak sepakat, karena tidak merasa demikian, pasti karena kalian tidak menggunakan kacamata 3D.

Gambar disamping adalah gambar dengan efek 3D. Efek tersebut hanya dapat dilihat dengan kamera 3D. Ternyata kamera 3D tidaklah mahal. bahkan dapat kita buat sendiri. lalu bagaimakaha caranya?
Read more ...

Kamis, 19 April 2012

Berasa ahli IT yang komplit berkat ngonoo.com


Ini keren..beneran !! 

Saya bukanlah seorang yang mudah excited dengan sesuatu. Tapi untuk kali ini, saya bener-bener bilang Woow….mengapa? hanya dua artikel…sekali lagi, dua artikel..saya sudah melakukan banyak perubahan pada laptop saya. Tiba-tiba laptop saya berasa seperti laptopnya tukang oprek IT.. 
style="font-size: small;">
Semua berawal dari suatu hari sedang refreshing di kaskus.com, ada thread yang menawarkan Samsung galaxy, galaxy tab, et all…jelas saya tertarik..karena sedang mimpi banget punya android untuk dioprek-oprek..tapi waktu saya berpikir, ah, paling ini hanya mengundang massa saja..biar web nya laris, biar banyak yang like di fb atau follow di twitter. Tapi demi mencoba peruntungan, ga salah kan kita coba?
Dan berkunjunglah ke situs tersebut..khususon hanya ke page sayembara itu dan ikut reffereal contest. Tapi sepertinya reffereal contest butuh kita untuk aktif publikasi. Dan saya malas untuk itu (baca ketentuannya saja saya malas). Tapi, ya sudahlah. Yang penting sudah daftar. Siapa tahu saya beruntung.

Lalu, karena sudah di page ngonoo.com akhirnya saya baca-baca saja. Ternyata ngonoo.com berisi tentang tips dan trick di bidang IT khususnya website. Mirip ilmukomputer.com dulu..tapi bagi saya ini lebih kereeennn…kenapa :
  1. Bahasanya mudah dipahami..awam banget. Saya yang tukang oprek IT karbitan saja bisa paham. Berarti bahasa ngonoo.com sangat easy dan cool..
  2. Ada link softwarenya !! softwarenya juga mudah didownload dan mudah diterapkan.Saya baru buka 2 link yaitu youtube downloader dan classic RT. Mulai dari youtube downloader saya sudah ternganga..bagaimana tidak ? Tidak perlu install IDM yang rumit, atau youtube downloader lain yang downloadnya lama, cukup install link dari ngonoo.com sekejap (padahal koneksi saya siput), install dan beres….waaa…..awesome….

    Begitu juga dengan classic RT. Hanya beberapa langkah, saya sampai terkejut tidak percaya. Berkali-kali bertanya dalam hati. Udah selesai download dan instalnya? Kok gampang banget. Tapi percayakah anda? It`s Work !!!

    Dan malam kemarin, saya hanya `kuat` membuka dua artikel. Kenapa? Karena takut saya akan gila download dan install..juga takut jadi addict ngonoo.com.Tapi, malam ini, saya siapkan mental, sudah membaca beberapa artikel lagi..sambil membujuk laptop saya, untuk tetap prima ketika saya install beberapa software yang ringan dan mudah.
  3. Terus ada lebihnya lagi lhoooo..... apa itu ???
    ngonoo.com juga bukan semata-mata tentang IT. Memang sih saya banyak kunjungi Tip and Trik karena saya memang hobi nyari tip anda trik, tapi dari judul yang terpapang ada juga tentang Social Media, Tekno dan Gagdet, Hiburan, Blogging,  Tip and Trik, Foto dan Video, Umum, dan  Berita...Jadi Komplit kan???
  4. Ada rekapannya...wah jadi gampang membacanya kan...?

“Terkadang di dunia IT, tidak melulu dihuni orang yang expert dan berbasik ilmu komputer. Tapi juga banyak mereka yang hanya bermodal minat dan semangat untuk mempelajari apapun tentang IT, termasuk saya. Dan ngonoo.com sangat mempermudah `hidup` kami-kami ini.”

Terima kasih ngonoo.com. Bagi para pembaca? Penasaran? Ayo kunjungi ngonoo.com…nggak nyesel lah pokoknya. Swear  ^_^V
Read more ...

Rabu, 18 April 2012

Copas : Memahami Introvert

Penulis asli: Jonathan Rauch (link)
diterjemahkan: Hery Mardian (link)


PERNAH kenal seseorang yang selalu butuh waktu menyendiri, beberapa jam setiap harinya? Yang menyukai obrolan-obrolan tenang seputar perasaan atau gagasan? Yang bisa begitu dahsyat ketika memberikan presentasi di hadapan banyak orang namun tampak canggung ketika ngobrol-ngobrol kecil dalam kelompok, atau skill basa-basinya agak lemah dan ecek-ecek? Yang harus diseret-seret untuk datang ke pesta, lalu perlu menghabiskan waktu sisanya untuk pemulihan diri? Yang justru mengeluh, mengrenyitkan alis, menghela nafas atau meringis; jika disapa dengan cara diledek atau digoda oleh orang yang sebenarnya bermaksud beramah-tamah?

Kalau iya, apa menurut anda orang ini “terlalu serius”? Atau perlu ditanya, “kamu baik-baik aja?” Atau mungkin dia memang sengaja menjaga jarak, angkuh, tak sopan atau tidak bisa membawa diri? Bahkan diperlukan usaha dua kali lebih keras lagi untuk membuatnya mau menjelaskan ada apa sebenarnya.

Kalau jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas adalah “ya”, maka hampir pasti anda sudah bertemu dengan seorang introvert—dan hampir pasti pula bahwa anda tidak memperlakukan dia sebagaimana seharusnya.

Di tahun-tahun belakangan ini, sains sudah mempelajari banyak hal tentang perilaku maupun kebutuhan para introvert. Bahkan sudah diketahui pula—melalui pemindaian otak—bahwa otak orang-orang introvert mengolah informasi dengan cara yang berbeda dengan orang lain (saya tidak sedang mengada-ada!).

Kalau anda ternyata belum tahu fakta ini, anda memang tidak sendirian. Keberadaan orang-orang introvert mungkin sangat umum, tapi di Amerika, termasuk di dunia, mereka adalah golongan yang paling banyak disalahpahami dan dibuat merasa tertekan .

Saya sungguh-sungguh tahu itu. Nama saya Jonathan, dan saya seorang introvert.

Sebelumnya, bertahun-tahun lamanya saya mengingkari ini. Lagipula saya adalah orang yang memiliki kemampuan sosial yang baik. Saya sama sekali bukan orang yang pemurung atau tidak suka orang lain. Umumnya, saya jauh dari pemalu. Saya sangat menyukai obrolan-obrolan panjang tentang pemikiran-pemikiran mendalam, atau tentang hal-hal menarik yang dikerjakan dengan sepenuh hati. Namun akhirnya saya mengenali hal itu pada diri saya, dan tetap tampil dengan membuka diri sebagai seorang introvert pada teman-teman maupun rekan kerja. Dengan cara ini saya terbebas dari banyak sekali kesalahpahaman atau labelisasi yang menyakitkan.

Kini, saya ingin menjelaskan apa yang harus anda ketahui sehingga anda bisa memberikan respon yang tepat sekaligus mendukung pada keluarga, teman maupun rekan kerja anda yang introvert. Perhatikan: pasti ada dari mereka yang anda kenal, anda hormati, atau yang dengannya anda berinteraksi setiap hari, adalah seorang introvert; sementara bisa jadi anda malah “menyiksanya” bila tak paham rambu-rambunya.


Apa itu introversi?
Dalam tampilan modernnya, konsep ini diperkenalkan tahun 1920-an oleh Carl Jung, psikolog yang terkenal itu. Hari ini introversi adalah salah satu tiang utama dalam banyak tes identifikasi kepribadian, termasuk tes Myers-Briggs Type Indicator yang sangat banyak digunakan itu.

Para introvert tidak mesti pemalu. Orang pemalu merasa cemas, takut, atau mengutuki dirinya sendiri dalam lingkungan sosial; sedangkan para introvert biasanya tidak demikian. Para introvert juga bukan orang yang misantropik atau pembenci umat manusia, walaupun ada beberapa dari kami yang sepakat dengan kata-kata Sartre, “Neraka adalah adanya orang lain ketika sarapan.” Namun akan lebih tepat jika dikatakan bahwa (berinteraksi dengan) orang lain itu melelahkan bagi para introvert.
Para ekstrovert menjadi “hidup” dengan kehadiran orang lain, dan akan layu serta kehilangan kecemerlangan mereka jika sendirian. Ekstrovert kerap tampak seperti bosan dengan dirinya sendiri. Tinggalkan seorang ekstrovert sendirian selama dua menit, maka ia akan segera meraih ponselnya. Sebaliknya, setelah satu atau dua jam bersosialisasi, kami para introvert membutuhkan saat-saat off sejenak untuk mengisi ulang batere kami. Saya sendiri, rumus kebutuhan saya adalah dua jam off untuk setiap satu jam bersosialisasi.

Ini sama sekali bukan anti-sosial. Ini juga bukan tanda depresi, dan tidak membutuhan tindakan medis apa pun. Bagi para introvert, dibiarkan sendiri menyelami pikirannya itu sama menyegarkannya dengan tidur, dan sama bergizinya seperti makan. Motto kami, “Saya senang, kamu senang, sama-sama senang—sedikit tapi sering.”

Berapa banyak orang introvert?
Saya melakukan riset mendalam untuk menjawab pertanyaan ini, di Google. Jawabannya: sekitar 25 persen dari seluruh populasi. Atau kurang dari setengah. Atau, —favorit saya—“Kelompok minoritas di kalangan umum, tapi mayoritas di kalangan manusia berbakat”.

 

 Apakah para introvert kerap disalahpahami?
Sangat, di mana-mana. Seakan-akan itu memang sudah jadi porsi kami. “Sangat sulit bagi seorang ekstrovert untuk memahami introvert,” tulis pakar pendidikan Jill D. Burruss dan Lisa Kaenzig (mereka jugalah yang menjadi sumber kutipan kalimat favorit di akhir paragraf sebelumnya). Namun para introvert mampu memahami ekstrovert dengan sangat mudah, karena para ekstrovert menggunakan begitu banyak waktu mereka untuk berusaha keras menunjukkan siapa dirinya—dengan pembicaraan yang begitu banyak dan kadang tak bisa dihindari—ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka begitu terbukanya, seperti seekor anak anjing yang sedang lucu-lucunya.

Namun sayangnya jalan ini hanya jalan satu arah. Para ekstrovert hanya memiliki pemahaman yang sedikit, atau bahkan sama sekali tidak memahami, persoalan introversi. Mereka berasumsi bahwa kebersamaan, khususnya jika bersama mereka (yang ekstrovert), adalah hal yang selalu lebih menyenangkan bagi semua orang. Mereka tidak mampu membayangkan bagaimana mungkin ada manusia yang butuh untuk sendirian; bahkan kerap justru merasa tersinggung kepada mereka yang mengemukakan kebutuhan menyendirinya ini. Sesering saya berusaha menjelaskan hal ini kepada para ekstrovert, saya belum pernah benar-benar merasa yakin bahwa mereka sungguh-sungguh memahami. Biasanya mereka cuma mendengarkan sesaat, lalu kembali menggonggong dan mendengking lucu.

Apa para introvert tersisih?
Apa boleh buat, saya harus mengatakan “ya”. Lihat satu hal, bahwa para ekstrovert sudah terlalu banyak terwakili dalam dunia politik, profesi yang sangat menyenangkan hanya bagi mereka yang gemar bicara kesana kemari. Lihat George W. Bush. Lihat Bill Clinton. Mereka seperti sangat penuh daya hidup ketika keberadaannya disekitar orang lain. Jika mengingat kembali beberapa introvert yang berhasil menyentuh puncak di dunia politik—Calvin Coolidge, Richard Nixon—justru menegaskan hal tersebut. Pengecualian, mungkin Ronald Reagan, yang terkenal menjaga jarak emosional maupun kehidupan pribadinya, bisa jadi merupakan tanda adanya garis introvert yang dalam (saya pernah baca, banyak sekali aktor adalah introvert; dan banyak introvert, ketika bersosialisasi, merasa seperti sedang akting), para introvert tidak dipandang “berbakat alami” dalam dunia politik.

Maka, ekstrovert lebih mendominasi dunia publik. Ini sebenarnya patut disayangkan. Jika para introvert yang menjalankan kepemimpinan di dunia, agaknya dunia akan menjadi tempat yang lebih tenang, lebih waras dan lebih damai. Konon Coolidge pernah bilang, “Tahukah anda, bahwa empat dari lima persoalan hidup akan hilang jika kita bisa duduk diam dan tenang?” (Ia juga konon pernah bilang, “Kalau seseorang diam, maka ia tidak akan diminta untuk mengulangi.” Satu hal yang paling tidak disukai introvert selain berbicara tentang dirinya, adalah mengulangi apa yang diucapkannya).

Karena kebutuhan akan bicara dan perhatian yang tak habis-habisnya, para ekstrovert lebih dominan dalam kehidupan sosial sehingga standar-standar pun ditetapkan secara ekstrovert. Dalam masyarakat ekstrovertis kita ini, orang yang terbukalah yang dianggap normal, sehingga orang semua orang ingin menjadi terbuka. Sifat “terbuka” menjadi ciri kebahagiaan, percaya diri, atau kemampuan memimpin. Orang yang ekstrovert kerap disebut dengan kata-kata “besar hati”, “menularkan kebahagiaan”, “hangat”, “empatik”. “Sosok yang disukai semua” menjadi sebuah pujian. Introvert, sebaliknya, umumnya dideskripsikan dengan kata-kata seperti “terlalu berhati-hati”, “penyendiri”, “lambat”, “tak suka bicara”, “tak butuh orang lain”, “pilih-pilih teman”—kata-kata yang sempit, tak ramah, kata-kata yang bermakna miskin secara emosional, atau kepribadian yang kerdil.

Para perempuan introvert, menurut saya, adalah yang paling menderita. Dalam lingkungan tertentu, khususnya di dunia barat, seorang pria bisa tidak terlalu bermasalah dengan julukan-julukan yang menggambarkan sifat-sifat yang “kukuh tapi diam”. Namun perempuan introvert, karena tidak memiliki alternatif itu, akan lebih cenderung dianggap sebagai tidak percaya diri, menarik diri, atau angkuh.

Apakah para introvert sombong atau arogan?
Sangat jarang. Agaknya kesalahpahaman umum ini disebabkan oleh para introvert yang cenderung lebih cerdas, lebih perenung, lebih independen, lebih berkepala dingin, lebih halus dan lebih sensitif dibandingkan ekstrovert. Juga, karena kurangnya kemampuan introvert dalam berbasa-basi, kekurangan yang kerap menjadi bahan celaan oleh para ekstrovert. Introvert cenderung berfikir sebelum berbicara, sementara ekstrovert cenderung berfikir dengan bicara. Ini menjadi sebab kenapa rapat orang ekstrovert tidak akan bisa memakan waktu kurang dari enam jam.

“Para introvert”, tulis seorang pintar bernama Thomas P. Crouser dalam sebuah resensi onine dari buku berjudul “Why Should Extroverts Make All the Money?” (judul itu juga tidak saya buat-buat), “seringkali dikacaukan konsentrasinya dan dibuat bingung oleh dialog-dialog ‘setengah internal’ yang biasanya ditampilkan para  ekstrovert. Sementara para introvert tidak akan mengeluhkan hal ini secara terbuka, mereka hanya akan mengalihkan pandangan mata dan ‘diam-diam mengutuki kegelapan’.” Begitulah memang.

Yang terburuk adalah, ekstrovert benar-benar tak menyadari tekanan yang mereka timpakan kepada para introvert. Kadang, sambil megap-megap mencari nafas di dalam tebalnya asap pembicaraan ekstrovert yang 98-persen-bebas-kandungan-makna itu, seorang introvert bisa bertanya-tanya apakah para ekstrovert benar-benar pernah mencoba untuk mendengarkan dirinya sendiri berbicara. Namun demikian, introvert dengan teguh kukuh berlapis baja tetap berupaya menahan dan menanggung derita ini, karena buku-buku etiket—tak ragu lagi, pasti ditulis oleh ekstrovert—menulis bahwa tidak balik membalas candaan itu tidak sopan, dan membiarkan adanya jeda diam di tengah pembicaraan adalah hal yang menimbulkan kecanggungan.

Kami hanya bisa berharap bahwa kelak, ketika keadaan kami ini sudah bisa dipahami secara lebih luas, ketika gerakan “tegakkan hak asasi kaum introvert”ternyata sudah berkembang dan berbuah, bukan lagi dianggap sebagai suatu hal yang tidak sopan jika seseorang mengatakan, “Saya introvert. Anda orang yang menyenangkan, dan saya senang bersama anda. Tapi sekarang, tolong diam, ssssshhht.”


Bagaimana cara menunjukkan pada para introvert di kehidupan saya, bahwa saya mendukung dan menghargai pilihannya?

Pertama, mohon dipahami bahwa itu bukan pilihan. Itu bukan sebuah gaya hidup yang dipilih. Itu adalah orientasi kepribadian.

Kedua, ketika melihat seorang introvert sedang diam dan menyelami pikirannya sendiri, tidak perlu bertanya, “Ada apa?” atau “Kamu baik-baik saja?”

Ketiga, tidak perlu berkata apa-apa juga, sih.
Read more ...

Selasa, 27 Maret 2012

Try Out UN Kurang Biaya ? Kami Punya Tricknya

multimedia pendidikan
Penyelenggaraan try out adalah hak siswa, dalam persiapan menghadapi Ujian Nasional. Tetapi di sekolah kami, menyelenggarakan try out sungguh membutuhkan kreatifitas yang tinggi. Bagaimana tidak? untuk ujian saja, siswa kami harus menginduk kepada sekolah RSBI, dan dikenai hampir 500rb setiap siswa. Padahal dana operasional sudah terkuras untuk persiapan dan pembelian alat-alat ujian praktek. Itu saja honor untuk guru sudah dihapuskan sama sekali. Benar-benar Lillahi ta`ala, walaupun tentu ikhlas itu hanya Tuhan yang tahu.
Tapi bersyukur, bahwa kami masih diberi kemudahan. Mungkin, dalam keadaan sempit, orang akan semakin kreatif. Dan timbulah IDE, mengadakan try out dengan metode slide show. Artinya, soal ujian akan kami pampang melalui power point. kami hanya menyediakan lembar jawab. kebetulan kami memiliki LCD 7 buah bantuan dari pemerintah. Laptop pun mencukupi, karena kami hanya memiliki 5 kelas XII.
Dengan ide itu kami memiliki banyak keuntungan :
  1. Kami tidak mengeluarkan biaya untuk penggandaan kertas. Jelas sangat efisien.
  2. Lebih mudah karena pengawas hanya mengawasi komputer dan LCD berjalan normal.
  3. Siswa lebih fokus sulit untuk mencontek. Karena setiap soal berdurasi kurang lebih 1 menit, sehingga siswa lebih fokus pada soal. Siswa yang pintar akan serius memikirkan benar salahnya dan tidak mau diganggu. Karena waktu tiap soal sangat terbatas.
  4. Siswa keluar dari ruangan tepat waktu. Karena tiap soal sudah disesuaikan durasinya.
  5. Dan yang lebih menggembirakan, adalah kreatifitas guru. Karena setiap guru pembuat soal ternyata tertantang untuk membuat power point yang menarik dengan animasi durasi waktu yang berbeda-beda. Sehingga kreatifitas guru terutama dalam penggunaan power point meningkat.
Namun dalam pelaksanaan, kami juga memiliki banyak kesulitan:
  1. Meskipun kami punya LCD 7 yang bisa digunakan hanya 5. karena LCD kami adalah LCD bantuan yang ketika datang sudah dalam keadaan yang kurang prima. Bahkan ketika try out hari terakhir, satu LCD macet total. Sehingga ada satu kelas, yang baru bisa menjalankan try out menunggu kelas lain selesai.
  2. Siswa mengeluh karen tidak bisa mengulang soal. Walaupun bisa meminta pengawas mengulang soal, tetapi waktu yang tersisa tidak banyak. Sehingga terkadang satu soal yang teringat jawabannya belakangan, terlewat begitu saja.
  3. Tentu dampak ketidaknyamanan dan keterbatasan dari penyelenggaraan ini adalah hasil yang kurang akurat. Dampak yang positif hanyalah siswa mengetahui bentuk soal, dan materi bayangan yang akan keluar. Tetapi soal hasil, tidak bisa menunjukkan kemampuan siswa.
Memang, idealnya siswa memperoleh haknya dengan sempurna. Namun karena keterbatasan, maka hanya semaksimal ini yang bisa kami, para guru lakukan. Setidaknya siswa tetap memperoleh haknya untuk latihan soal, dan kami bisa melatih setiap kekurangan siswa.
Kami para guru terkadang kasihan dengan siswa kami, namun kami bersyukur, siswa kami tetap bersabar dengan keadaan yang serba terbatas ini. Karenanya kami para guru hanya bisa berdoa, semoga Tuhan memudahkan mereka dalam menghadapi ujian nasional dan mendapat pekerjaan sesuai cita-cita mereka. AAmiin...
Read more ...

Rabu, 21 Maret 2012

Handphone Menjadi Media Belajar, Mengapa Tidak ?



Apa yang terbayang dalam benak kita, ketika melihat siswa bermain handphone ? ah, masih kecil sudah pegang handphone. wuih, jangan-jangan lagi nonton 3gp nih. huh, lebay. dll. Tidak heran, jika ada salah satu bupati yang melarang siswa menggunakan handphone di sekolah..Efektifkah larangan itu ? tidak. Nyatanya penggunaaan handphone pada siswa tidak pernah surut.
Menurut survey pada murid disekolah kami, 99 % murid memiliki handphone pribadi. dan 1 % tetap memiliki handphone keluarga. Sementara, 70 % diantaranya dibawa ke sekolah dan 20 % tetap diaktifkan selama sekolah.

Lalu, bagaimana dengan penyalahgunaan handphone oleh siswa ? Sebenarnya, semua alat bantu manusia, rentan pada penyalahggunaan. Pisau, merupakan alat yang berguna untuk memasak, tapi juga dapat digunakan untuk membunuh. Garpu, juga bisa untuk makan, tapi bisa untuk menusuk. Lalu, apakah kita akan berhenti menggunakan pisau dan garpu? atau melarang anak kita bermain pisau dan garpu hanya karena takut terluka? Tentu kita memilih untuk mengajarkan pada anak kita, bagaimana menggunakan pisau dan garpu yang benar, bukan? Karena setiap alat tidaklah berbahaya. Kita tidak perlu melarang anak/siswa pada suatu alat, tetapi yang lebih penting kita harus mengajarkan kepada mereka, kemampuan untuk memanfaatkan sesuatu untuk hal yang postif dan benar.

Maka seperti itulah handphone. Pemanfaatannya oleh siswa adalah suatu realita. Sekarang, kita, para pendidik, perlu mengarahkan bagaimana memanfaatkan handphone dengan sebaik-baiknya bukan sekedar sms, atau memutar musik, atau berfoto narsis, Apalagi merekam perbuatan tidak senonoh. Lalu, bagaimana kita sebagai guru mengajarkan pemanfaatan handphone kepada siswa? ini adalah hasil penelitian tindakan kelas, kami dan rekan-rekan tentang pemanfaatan handphone pada pembelajaran.


SMS Gateway

Suatu hari, kami harus berputar keras...bagaimana mengajar komputer TANPA komputer? Apakah sekolah kami tidak memiliki komputer ? Alhamdulillah, kami memiliki 10 komputer yang bisa digunakan untuk 33 siswa. Lumayan, walaupun dalam ruang berukuran 5 x 3 m tanpa AC. Sempit dan Panas. Tapi tetap Alhamdulillah. Namun  yang jadi masalah bukan komputer di sekolah. Tetapi kami mengajar siswa yang menganggap komputer adalah barang mewah. Mereka memposisikan komputer setara dengan sekolah. Mahal. Bukan karena harganya, tetapi mereka belum sadar apa fungsi dari komputer itu sendiri. Bagi siswa dan keluarganya hidup yang itu yang penting makan, kedua pakaian, lalu tempat tinggal, keempat motor, kelima handphone, keenam jalan-jalan, ketujuh sampai ketiga puluh tiga kebutuhan lain, dan yang ketiga puluh empat barulah komputer.

Bagi mereka, komputer adalah alat di sekolah dan kantor, bukan dirumah. Hasilnya 99 % siswa kami tidak memiliki komputer dirumah. Ditambah dulu ketika SMP mereka sering tidak dapat giliran mencoba komputer di rumah. Maka tidak heran ada siswa kami yang masih bingung dengan cara memegang mouse. Masih binggung bedanya hardware dan CPU. Bahkan mengira bahkan Brainware adalah CPU. Padahal mereka sudah setingkat SMK. Hal tersebut menjadi tantangan kami, guru KKPI. Setelah berputar otak, tiba-tiba terinsipirasi, dengan motivasi dari AA Gym dulu, tentang bagaimana cara kita menghafal.
Dulu Aa Gym pernah mengajarkan dalam tausiyahnya. Beliau berkata, "Jangan menghafal. Cukup dengarkan."
Lalu beliau menyebutkan nama benda dengan cepat. apel, kuda, hijau, rumput, rumah, hijau, mobil, kolam, hijau, rambut, hijau, kulit, hijau, tivi, hijau. setelah itu apa yang kita ingat. tentu kata hijau.
Karenanya saya sempat terpikir, bahwa siswa kami tidak bisa dan tidak termotivasi belajar komputer karena mereka tidak membiasakan diri dengan istilah komputer (karena mereka tidak punya komputer). Karena itu solusinya adalah mereka butuh gempuran informasi soal komputer, agar mereka telah tertanam tentang komputer dibenakknya. Lalu darimanakah sumber informasi itu? Buku? Sangat jarang dan mahal. Untuk membeli buku mereka harus menempuh jarak 20 km dari rumah. Sehingga, jika komputer ada kebutuhan nomor tiga puluh empat, maka buku adalah kebutuhan nomor dua sembilan. Televisi? coba tunjukkan, mana sinetron yang menyiarkan acara tentang komputer. Internet ? ooh tidak. Listrik saja baru masuk tahun 2007. Sinyal handphone yang ada baru 1 provider. Itupun hanya 2 bar. Maka kita bukan di tempat hot spot, tapi blank spot. Lalu tercetus ide. Satu-satunya sumber informasi yang bisa menjangkau semua siswa, dan memungkinkan adalah HANDPHONE. Dan siapa sumber informasinya? masalahnnya, tidak ada layanan *xxx# yang memberikan layanan informasi pelajaran. Lalu bagaimana? ya guru harus bertindak. Kami lah sumber informasi itu.
Kemudian kami membangun sebuah sistem SMS Gateway. Tidak dengan program macam-macam. Cukup menggunakan freeware handphone yang kami punya. Kebetulan kami memiliki handphone yang mendukung syncronisasi dengan komputer. Walaupun handphone kami hanya seharga 500 ribuan.
Hari pertama, kami coba dengan mengirimkan SMS serentak pada murid. isinya informasi komputer... "Komputer terdiri dari hardware, software, dan barinware" lalu sore harinya kami kirimkan SMS dengan bunyi "Hardware adalah perangkat keras. dan berfungsi untuk..bla.bla.bla" begitu seterusnya selama seminggu. Kami berkomitmen tidak ada bahasa alay. Siswa harus sering menerima SMS dengan bahasa yang baik dan benar. Bahkan pada minggu-minggu kedua mulai ada perubahan bahasa. Baku tapi komunikatif. Biasanya kami awali dengan "Tahu tidak?...."
Alhamdulillah...ada perubahan positif pada siswa kami. Antara lain, mereka lebih antusias dalam belajar. mereka tidak malu bertanya. Ternyata SMS kami memberikan kesan bahwa kami adalah guru yang ramah, walaupun bahasanya baku. Jadi, bagi mereka siswa di daerah terpencil yang biasa minder, merasa bodoh, dll, SMS kami bisa menjadi bentuk perhatian. Mereka pun mau mulai mengunjungi perpustakaan. Mereka mau membaca, terutama pada istilah yang mereka tidak tahu, tapi malu bertanya. memang tidak drastis. Kemampuan ketrampilan pun tidak melonjak. Tapi setiap perubahan akan sangat berarti. karena perubahan menuju lebih baik, berarti ada harapan.
Kemudian, pada tahun 2011, metode ini Kami PTK-kan dan Kami diajukan ke lomba tingkat provinsi. tujuan utamanya adalah masukkan untuk metode kami. Lalu ada satu pertanyaan dari penguji yang cukup berkesan. "Berapa biayanya? Bagi saya ini hanya e-learning yang memakan biaya." Sedikit telak waktu itu. tapi ini menjadi PR untuk kami. Memang, pembelajaran e-learning seharusnya sudah masuk berbasis internet atau MPI. Tapi jika internet ataupun komputer pribadi tidak ada, maka dua sistem tersebut mubah. Bahkan jauh lebih mahal. Lagipula, faktanya, metode SMS Gateway hanya memakan biaya 5000 per tiga hari. Mengapa? Kami hanya memanfaatkan betul panen gratis SMS promo dari provider. Mungkin mereka mengira 100 atau 10000 sms gratis tidak akan dihabiskan oleh pelanggan. Tapi bagi kami, semua promosi itu bisa bermanfaat betul. Maka cecaran pertanyaan pedas membangun tersebut, kami jadikan motivasi untuk membenahi diri dan terpenting kami mendapat perhargaan dan uang lebih untuk pulang./div>

VIDEO RECORDER


Dalam lomba PTK di Semarang tahun 2011, juara I diperoleh oleh bapak Sutanto dari SMK 2 Karanganyar. dan tidak disangka dan tidak dinyana, memiliki tema hampir serupa dengan kami, yaitu pemanfaatan handphone untuk pembelajaran. Visi kita pun sama. Bahwa kita perlu menggajarkan memanfaatkan handphone pada siswa. Namun kami dan pak Tanto menggunakan fitur yang berbeda. beliau menggunakan video recorder. Recording yang biasanya menjadi biang kesalahan siswa, karena untuk merekam macam-macam, beliau manfaatkan untuk merekam contoh materi pelajaran. Ketika guru mencontohkan suatu ketrampilan, pak Tanto menyuruh siswanya merekam. kemudian pak Tanto memeriksa hasil rekamannya. Apakah sudah betul belum. Dan ternyata cara tersebut sangat efektif untuk menurunkan tingkat kesalahan siswa dalam praktek. Karena dirumah, atau dimana saja, mereka bisa mempelajari lagi hasil rekaman itu. Praktek pun semakin efektif. Hal tersebut juga berdampak pada siswa yang semakin percaya diri dan memotivasi siswa belajar.suatu alternatif, yang bisa diterapkan  pada mata pelajaran lain.
Namun ketika saya terapkan pada siswa saya, mereka berkata "Kan setiap guru beda bu?" ya, ada guru yang justru keberatan jika siswanya diajar sambil merekam. Karenanya baru bisa kami aplikasikan pada pelajaran kami khususnya praktek.
Mungkin, masih banyak media lain yang bisa digunakan. Kembali lagi, metode ini kami terapkan justru untuk menutupi kekurangan, terutama fasilitas dan sarana. Seandainya siswa kami familiar dengan komputer, memiliki komputer sendiri, jaringan internet yang lebih luas, maka tentu kami akan menerapkan e-learning dan MPI disana. Tetapi jika semua itu tidak ada, kami percaya, bahwa kami akan tetap bisa belajar, dengan apapun yang ada.

Read more ...

Selasa, 20 Maret 2012

Guru Backpacker

Apa sih guru backpacker? Pertanyaan ini kerap dilontarkan oleh teman-teman kami. Sebenarnya guru backpacker bukan sesuatu yang special. Istilah ini terlontar begitu saja, karena 90 % guru baik pria maupun wanita – kecuali kepala sekolah- menggunakan tas ransel atau backpacker. Mengapa backpacker sangat digemari, tentu, karena lebih praktis dan aman. Menginggat, diantara kami harus menempuh jarak 15 sampai 25 kilometer sekali berangkat. Artinya rata-rata kami menempuh jarak 30 sampai 50 kilometer setiap hari untuk menuaikan tugas kami, yaitu mendidik murid.

Mungkin, terutama di kota besar, jarak sedemikian bukanlah jarak yang jauh. Atau mungkin waktu tempuh 1 hingga 2 jam, juga waktu yang biasa jika ditambah macet. Tetapi kami menempuh semua itu dengan kendaraan motor, melewati bukit dan hutan pinus. Lengkap dengan jurang dan longsor yang sewaktu-waktu mengancam dikala hujan. Ditambah dengan jalan sempit dan rusak, dan truk serta motor yang sepertinya lupa, bahwa mereka tidak sendirian dijalan. Makan tidak heran kecelakan kerap menimpa kami secara bergantian.

Apa itu yang terakhir? Tidak. Kami pun jauh dari informasi. Pernah, suatu saat kami ditelepon. Ada undangan pelatihan yang disampaikan di dinas dan kegiatannya terlah berlalu 2 hari yang lalu. Kurir dinas merasa smk kami terlalu jauh.

Dan berhubung sekolah kami baru didirikan tahun 2009, maka kami yang PNS harus menerima gaji di dinas. Dan kami cukup diuji kesabarannya, dengan tidak mendapat gaji di awal tahun kami mengajar. Tidak tanggung-tanggung, gaji kami tidak turun selama 3 bulan. Dengan alas an, berkas belum diurus kepusat, meski kami telah menyerahkan ke dinas tepat waktu. Sementara rekan-rekan kami yang ditempatkan di kota, cukup beruntung dengan menikmati gajinya tepat waktu. Meski demikian, kami yang PNS tetap lebih beruntung, dibanding para wiyata bakti yang digaji antara 150 – 400 ribu per bulan. Untuk beli bensin saja, terkadang kurang. Dan sedihnya, gaji itupun tidak akan naik, meski BBM naik.
Sekolah kami adalah sekolah negeri, yang diharapkan mampu meminimalisir angka putus sekolah. Siswa-siswi kami juga terpencil. Tinggal di lokasi, yang bahkan sinyal handphone hanya bisa dari satu provider. Itupun hanya 2 bar. Saluran televisi tidak bisa dinikmati kecuali dengan parabola. Internet? Lupakan saja. Soal karakter pun luar biasa. Mereka sangat kompak, dalam hal semau sendiri. mengumpat guru pun tidak sungkan mereka lakukan. Bahkan salah seorang teman guru pernah dikatakan ‘Anjing’ gara-gara menyita HP siswa tersebut. Soal input pun sangat memprihatinkan. Siswa yang mendaftar di sekolah kami, belum bisa menghitung 0,5 ditambah ½ . padahal kami adalah sekolah menengah atas. Bahkan mereka belum tahu yang mana bahasa inggrisnya rumah. House atau home? Dan mereka juga siswa yang bisa berdiri tegak, menunjukkan jari kepada guru, dan menyuruh guru untuk keluar ruangan, karena mereka tidak mau diajar. Siswa yang rata-rata pemuda dan pemudi ini, sungguh karakter yang sulit untuk diberi pengetahuan.
Fasilitas? Kami hanya bisa getir. Sekolah kami hanya memiliki bangunan untuk kantor, produktif dan kelas. Itupun sering bocor. Jalan tengah sekolah kami becek. Bahkan jika musim hujan, kami harus memakai sandal jepit agar tidak terpeleset. Jika kemarau, kami tidak memiliki air untuk kekamar mandi. WC guru saja tidak ada air, apalagi WC siswa. Namun siswa kerap sering memakainya jika tidak tertahankan lagi.  Maka  terbayang sudah, betapa bau dan kotornya. Kami tidak memiliki perpustakaan. Kami hanya memiliki 1 rak buku yang  diisi kurang lebih 300 buku dengan 90 judul buku saja. Ruang computer, masih cukup beruntung. Kami memiliki ruang computer dengan 15 komputer. Kami pun mendapat bantuan 15 laptop dan 6 LCD. Sayang, entah karena computer kami sumbangan pemerintahi , atau karena siswa kami belum terampil memakainya, computer kami sering sekali  rusak. Laptop bantuan pun ada yang datang dalam kondisi mati total. Mouse internal terbalik, wifi tidak menyala, dan ada baut yang terlepas disana-sini.
Tapi apakah kami menyerah? Tidak. Kami adalah guru. Dan bagi kami, guru adalah pekerjaan yang diamanahkan Tuhan untuk kami. Kami percaya, bahwa Tuhan tidak akan menyia-nyiakan kami. Setidaknya, Tuhan sudah memanjakan kami dengan pemandangan yang indah. Sawah yang luas terhampar, dipeluk oleh perbukitan. Alam yang masih alami, walaupun sudah terasa debunya. Bahkan ustad Ali Mu`in yang pernah memberikan tausiah di tempat kami mengatakan, bahwa ini jalan surga, tapi jika kita ikhlas menjalaninya. Karena nya kami ikhlaskan saja. Toh, tidak ikhlas juga percuma.
Kami sadar, bahwa tidak semua sekolah di Indonesia khususnya pula Jawa, memiliki fasilitas yang melimpah, dan siswa yang cerdas. Ada sekolah yang berfasilitas minim dengan siswa bekemampuan terbatas.  Tetapi mereka dituntut untuk tetap bersaing dengan mereka yang beruntung. Untuk itulah  kami disini. Membekali mereka agar siap menghadapi masa depan. Mereka bukan kaum pedalaman, mereka bukan suku terisolir. Mereka adalah minoritas. Dan disinilah kami ada, sekolah terpencil di pulau jawa. Kami tetap bersyukur, setidaknya setiap hari kami mendapatkan banyak cerita dan pengalaman. Inilah kisah kami, bersama backpacker kesayangan kami.
Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog