Breaking News

Selasa, 20 Maret 2012

Guru Backpacker

Apa sih guru backpacker? Pertanyaan ini kerap dilontarkan oleh teman-teman kami. Sebenarnya guru backpacker bukan sesuatu yang special. Istilah ini terlontar begitu saja, karena 90 % guru baik pria maupun wanita – kecuali kepala sekolah- menggunakan tas ransel atau backpacker. Mengapa backpacker sangat digemari, tentu, karena lebih praktis dan aman. Menginggat, diantara kami harus menempuh jarak 15 sampai 25 kilometer sekali berangkat. Artinya rata-rata kami menempuh jarak 30 sampai 50 kilometer setiap hari untuk menuaikan tugas kami, yaitu mendidik murid.

Mungkin, terutama di kota besar, jarak sedemikian bukanlah jarak yang jauh. Atau mungkin waktu tempuh 1 hingga 2 jam, juga waktu yang biasa jika ditambah macet. Tetapi kami menempuh semua itu dengan kendaraan motor, melewati bukit dan hutan pinus. Lengkap dengan jurang dan longsor yang sewaktu-waktu mengancam dikala hujan. Ditambah dengan jalan sempit dan rusak, dan truk serta motor yang sepertinya lupa, bahwa mereka tidak sendirian dijalan. Makan tidak heran kecelakan kerap menimpa kami secara bergantian.

Apa itu yang terakhir? Tidak. Kami pun jauh dari informasi. Pernah, suatu saat kami ditelepon. Ada undangan pelatihan yang disampaikan di dinas dan kegiatannya terlah berlalu 2 hari yang lalu. Kurir dinas merasa smk kami terlalu jauh.

Dan berhubung sekolah kami baru didirikan tahun 2009, maka kami yang PNS harus menerima gaji di dinas. Dan kami cukup diuji kesabarannya, dengan tidak mendapat gaji di awal tahun kami mengajar. Tidak tanggung-tanggung, gaji kami tidak turun selama 3 bulan. Dengan alas an, berkas belum diurus kepusat, meski kami telah menyerahkan ke dinas tepat waktu. Sementara rekan-rekan kami yang ditempatkan di kota, cukup beruntung dengan menikmati gajinya tepat waktu. Meski demikian, kami yang PNS tetap lebih beruntung, dibanding para wiyata bakti yang digaji antara 150 – 400 ribu per bulan. Untuk beli bensin saja, terkadang kurang. Dan sedihnya, gaji itupun tidak akan naik, meski BBM naik.
Sekolah kami adalah sekolah negeri, yang diharapkan mampu meminimalisir angka putus sekolah. Siswa-siswi kami juga terpencil. Tinggal di lokasi, yang bahkan sinyal handphone hanya bisa dari satu provider. Itupun hanya 2 bar. Saluran televisi tidak bisa dinikmati kecuali dengan parabola. Internet? Lupakan saja. Soal karakter pun luar biasa. Mereka sangat kompak, dalam hal semau sendiri. mengumpat guru pun tidak sungkan mereka lakukan. Bahkan salah seorang teman guru pernah dikatakan ‘Anjing’ gara-gara menyita HP siswa tersebut. Soal input pun sangat memprihatinkan. Siswa yang mendaftar di sekolah kami, belum bisa menghitung 0,5 ditambah ½ . padahal kami adalah sekolah menengah atas. Bahkan mereka belum tahu yang mana bahasa inggrisnya rumah. House atau home? Dan mereka juga siswa yang bisa berdiri tegak, menunjukkan jari kepada guru, dan menyuruh guru untuk keluar ruangan, karena mereka tidak mau diajar. Siswa yang rata-rata pemuda dan pemudi ini, sungguh karakter yang sulit untuk diberi pengetahuan.
Fasilitas? Kami hanya bisa getir. Sekolah kami hanya memiliki bangunan untuk kantor, produktif dan kelas. Itupun sering bocor. Jalan tengah sekolah kami becek. Bahkan jika musim hujan, kami harus memakai sandal jepit agar tidak terpeleset. Jika kemarau, kami tidak memiliki air untuk kekamar mandi. WC guru saja tidak ada air, apalagi WC siswa. Namun siswa kerap sering memakainya jika tidak tertahankan lagi.  Maka  terbayang sudah, betapa bau dan kotornya. Kami tidak memiliki perpustakaan. Kami hanya memiliki 1 rak buku yang  diisi kurang lebih 300 buku dengan 90 judul buku saja. Ruang computer, masih cukup beruntung. Kami memiliki ruang computer dengan 15 komputer. Kami pun mendapat bantuan 15 laptop dan 6 LCD. Sayang, entah karena computer kami sumbangan pemerintahi , atau karena siswa kami belum terampil memakainya, computer kami sering sekali  rusak. Laptop bantuan pun ada yang datang dalam kondisi mati total. Mouse internal terbalik, wifi tidak menyala, dan ada baut yang terlepas disana-sini.
Tapi apakah kami menyerah? Tidak. Kami adalah guru. Dan bagi kami, guru adalah pekerjaan yang diamanahkan Tuhan untuk kami. Kami percaya, bahwa Tuhan tidak akan menyia-nyiakan kami. Setidaknya, Tuhan sudah memanjakan kami dengan pemandangan yang indah. Sawah yang luas terhampar, dipeluk oleh perbukitan. Alam yang masih alami, walaupun sudah terasa debunya. Bahkan ustad Ali Mu`in yang pernah memberikan tausiah di tempat kami mengatakan, bahwa ini jalan surga, tapi jika kita ikhlas menjalaninya. Karena nya kami ikhlaskan saja. Toh, tidak ikhlas juga percuma.
Kami sadar, bahwa tidak semua sekolah di Indonesia khususnya pula Jawa, memiliki fasilitas yang melimpah, dan siswa yang cerdas. Ada sekolah yang berfasilitas minim dengan siswa bekemampuan terbatas.  Tetapi mereka dituntut untuk tetap bersaing dengan mereka yang beruntung. Untuk itulah  kami disini. Membekali mereka agar siap menghadapi masa depan. Mereka bukan kaum pedalaman, mereka bukan suku terisolir. Mereka adalah minoritas. Dan disinilah kami ada, sekolah terpencil di pulau jawa. Kami tetap bersyukur, setidaknya setiap hari kami mendapatkan banyak cerita dan pengalaman. Inilah kisah kami, bersama backpacker kesayangan kami.

2 komentar:

  1. kunjungan pagi ...assiiikkk postingannya sangat bermanfaat..

    semoga semakin sukses ...

    BalasHapus
  2. sesekali senggang ikutan backpacker juga ah ke smkn karanggayam dan sekitarnya ...saloam kompak selalu untuk keluargaq besar smkn krgayam :)

    BalasHapus

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog