Breaking News

Sabtu, 29 Oktober 2016

TOT IGI di Surabaya, Future Learning or High Cost Learning


Finally, insipirasi ini datang juga. Setelah pulang dari TOT Surabaya, saya bertanya-tanya, kenapa belum juga ada ide untuk menuliskan sesuatu ? Apa saya kurang menikmati? Wait, kurang menikmati? Yang benar saja ? bertemu dengan begitu banyak orang hebat, mulai dari Pak MRR sang Ketua Umum, Pak Mampu (yang namanya jadi jaminan saya untuk bisa ke TOT), Bu Rose, Pak Kholiq, Pak Karim, pak Slamet, Pak Joko...dan masih banyak lagi...belum juga Pak Gatot dari Seamolec, dan lain-lain......that`s amazing...semua itu bisa mengalihkan dari duniaku...
Namun ide itu datang begitu lama, 2 minggu lamanya. It`s not me. Tak biasanya saya sulit mencari ide...
Setelah saya renungkan dalam-dalam, mungkin jawaban mengapa ide tak kunjung datang lebih karena history tentang keikutsertaan saya ke TOT IGI di Surabaya.

***
Mungkin saya adalah satu-satunya peserta yang datang dengan penuh tanda tanya, dan yah mungkin sedikit kepesimisan.
Saya datang dengan pertanyaan-pertanyaan. Pertama, apa sih IGI? siapa itu IGI?
Semua itu menjadi pertanyaan, karena saya baru bergabung dengan IGI di bulan April 2016. Saya adalah newcomer...mewakili para pendatang baru..dan mewakili lingkungan saya, yang masih sangat asing dan awam. Hanya bedanya saya suka menulis dan saya sungguh terbuka, pada apapun yang mengajarkan sebuah ilmu. Sedangkan sekitar saya mungkin masih banyak yang belum membudayakan literasi..atau kalau dengan istilah Ketua Umum, mereka belum MERDEKA sebagai guru. Tapi, sebelum bergabung IGI saya ada dalam lingkungan dengan kepesimisan yang demikian, dan sedikit banyak itu mulai meracuni dalam sinaps otak saya.
Kedua, adalah sistem TOT surabaya yang mencengangkan. Yaitu harus membawa  tablet Samsung A8. Persyaratan menggunakan gagdet masih bisa saya terima? Tapi harus Samsung? Harus A8?
Well, pasti ada alasan hebat dibalik semua ini. Dan untuk mencari tahu jawabannya, saya harus datang ke TOT surabaya. Harus.

***

Dan dengan dukungan semua pihak, saya ikuti aturan mainnya. Saya ganti J7 dengan A8. Saya ikuti semua channel telegram dan facebook. Saya amati, kemana arah angin berhembus, sambil bertanya-tanya, apakah pertanyaan-pertanyaan saya terjawab? Dan ini kesimpulannya.

***
IGI, Ikatan Guru Indonesia.
Cobalah ketika dulu sebelum TOT, saya ke sekolah memakai seragam IGI. Apa yang terjadi? Saya ditertawakan. Ya....ditertawakan.
Mereka mengatakan, “Wuuih rapih temen..kaya bu dokter” (wuuihh rapi benar? Kaya bu dokter-red).
Ada juga yang komentar “Wah, njenengan (anda-red) kaya ajudannya anies baswedan lah
Malah ada juga yang meledek dengan “selfi ah, dengan petinggi IGI”
Padahal saya bukan apa-apanya IGI. Hanya anggota.
Nyaman? Tentu tidak. Dan dulu –sekali lagi..dulu- saya memilih untuk tidak lagi menggunakan seragam IGI lagi Ke sekolah. Belum kuat mental saya.
Tapi disini, di TOT Surabaya, saya melihat sesuatu yang berbeda. Bahwa menggunakan seragam ataupun PIN IGI adalah sebuah kebanggaan. Saya bertanya-tanya berapa lama IGI berdiri? Saya pikir belumlah setua Indonesia merdeka. Tapi lihatlah..ada berapa ratus para petinggi IGI yang begitu loyal...begitu militan. Memperjuangan IGI, dan mereka begitu bangga dengan mengatakan “Saya bangga menjadi anggota IGI”....that`s amazing.
Saya sering ikut organisasi. Dan membuat anggota organisasi menjadi militan bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu kepercayaan yang sangat besar. Perlu pembuktian komitmen yang sangat besar, atau uang yang sangat banyak. Tapi yang terakhir ini di IGI tidak ada. Justru anggota yang dengan sukarela menyumbangkan dana pribadi demi pengembangan IGI.
Jadi sudah hampir pasti..kepercayaan kepada para owner yang muncul dari komitmen mereka yang luar biasa serta sistem yang terus diperbaiki dari hari ke hari. Inilah kunci mengikat hati para anggota yang luar biasa ini.
Maka kesimpulan saya...IGI adalah organisasi, yang secara definisi adalah kumpulan orang-orang –dalam hal ini guru- yang memiliki visi yang sama..yaitu meningkatkan kompetensi. Belajar tanpa henti. Belajar secara mandiri. Tidak tergantung siapapun. Murni karena niat dari dalam diri sendiri. Sekali lagi, guru yang Merdeka.
Dan guru demikian, adalah jaminan cerahnya pendidikan indonesia dimasa depan.
Tidak ada alasan untuk tidak bergabung. Khususnya bagi mereka yang mencintai ilmu. dan harusnnya kita para guru memang harus bergabung. Kenapa? Karena kita guru. Kita sudah sangat wajib mencintai ilmu. kita yang mengajarkan ilmu, masak kita tidak mencintainya. Jadi kalau anda memang guru, selayaknya anda sangat sangat berminat bergabung bersama IGI.

***
Next, soal materi...
IGI menjadi wadah berkumpulnya guru yang hebat. Secara penguasaan jelas mereka mumpuni. Contohlah Pak Kholiq dengan HTML-nya mengajak membuat inovasi dalam Sagusanov. Pak Slamet Riyanto pemegang rekor dengan 180 buku yang telah terbit dan Pak Joko Wahyono penulis buku best seller, mengajak guru untuk menulis, dan masih banyak lagi, sehingga dibagi menjadi 8 kanal yang siap diluncurkan.
Kanal pertama, animasi pembelajaran berbasis tablet (APBT). Dikawal oleh Bapak Sekjen IGI, Bapak Mampuono. Mengajarkan optimalisasi belajar menggunakan potensi gagdet yang kita miliki. Selama ini masyarakat awam pada umumnya, khususnya guru, masih banyak yang tidak mengerti betapa powerfull nya gagdet yang mereka beli dengan harga jutaan. Standar yang digunakan hanyalah untuk telepon, sms, media sosial, dan memotret. Padahal smartphone  itu lebih smart dari yang kita bayangkan. Salah satu yang bisa kita gunakan adalah membuat media pembelajaran animasi. Gagdet yang dibeli sebenarnya sudah mendukung kreatifitas guru dalam mengajar. Setidaknya membuat pembelajaran menjadi lebih menarik.
Kanal kedua, media komik pembelajaran interaktif diintegrasikan dengan lectora inspire 16 bersama Bp Abdul Karim. Komik adalah media yang menarik secara universal pada semua kalangan. Sekali lagi optimalisasi media yang kita punya, sudah sangat mendukung kreatifitas guru dalam berkarya.
Kanal ketiga, Satu Guru Satu Baku (SAGUSAKU) bersama pak Slamet Riyanto dan pak Joko Wahyono. Mengajak para guru untuk menulis buku. Sebagai bentuk profesionalisme, sudah sewajarnya guru membukukan ilmunya. Agar bisa dapat dinikmati tidak hanya generasi saat ini, namun juga generasi berikutnya.
Kanal keempat, Satu Guru Satu KTI (SAGUSAKTI), berbasis tabet bersama Bp Kasman S, Bp Kamsurya, Bp Fikron Al Choir, dan Bp Mohammad Hairul. Mengajak guru untuk belajar menulis KTI. Membudayakan literasi dan sikap ilmiah, untuk mendapatkan solusi dari sebuah masalah.
Kanal kelima, Satu Guru Satu Inovasi (SAGUSANOV), pembuatan aplikasi pembelajaran berbasis android bersama Bp Abdul Kholiq. Merupakan sebuah gerakan untuk membuat aplikasi pembelajaran yang dapat ditanamkan di smartphone siswa sehingga akses belajar lebih mudah dan menyenangkan.
Kanal keenam, Satu Guru Satu Blog (SAGUSABLOG), bersama Bp Dahli Ahmad, dan Bp Amin Mungamar. Mengajak guru membudayakan blog. Sebagai langkah awal dari menulis. Merupakan budaya positif yang harus dikembangkan oleh setiap guru.
Kanal ketujuh, Animasi Drawing For Teacher (ADFoT) bersama Bp Elyas. Mengajak guru untuk membuat animasi drawing untuk menarik siswa. Mengasah kreatifitas demi pembelajaran yang menarik.
Kanal kedelapan, Server Edukasi bersama Bp Sukari Darno. Mengajak guru mempelajari teknologi untuk pembelajaran. Mengoptimalkan kemajuan teknologi, demi kemajuan pendidikan.
Tidak ada kanal yang tidak penting, dengan konsep yang luar biasa. Benar-benar out of the book. Sebuah pembaharuan pemikiran, yang maju. Dan mungkin, beginilah seharusnya pemikiran guru yang akan memajukan bangsa.


***
Sekarang soal Tablet A8.
Sebelum berangkat, tentu saya sudah memegang tablet A8. Sudah saya trial beberapa minggu. Dan kesan pertama yang muncul adalah..kecewa. mungkin karena saya terbiasa memegang handphone 6 inchi.
Kekecewaan ini dimulai dari alatnya yang besar dan berat. Tidak adanya fast charger. Tidak ada nya opsi ganti theme sebagai personality gagdet. Dan tidak nyamannya apabila kita bermain gagdet sambil tiduran. Plus saya tidak terbiasa menggunakan stylus. Dan lebih komplit lagi, saya agak malu kalau pakai di bis kota, seperti yang lakukan sehari-hari. Bukan karena apa-apa..rasanya barang ini terlalu mewah saya pakai di bis ekonomi yang sudah buluk dan renta. Rasanya barang seperti ini lebih pantas naik bus eksekutif macam efisiensi kali ya...ha5x
Ditambah kembali seperti biasa, rasa pesimis, dan nyinyir dari rekan-rekan di sekolah saya..
“ganti hp lagi bu? Akeh ya duite (banyak ya uangnya)”
Lalu kata waka kurikulum “ganti hp bu? Anggo pelatihan ya? Anu sponsor si ya?jane tah dudu fungsine tapi karena sponsor e?(ganti hp bu? Buat pelatihan ya? Sponsor sih ya? Sebenarnya bukan karena fungsinya tapi karena sponsornya ya)”
Seperti biasa, nada pesimis dan apriori, dan lagi-lagi dulu –penekanan pada kata dulu- saya hanya tersenyum. Bingung mau bilang apa.
Pada saat TOT pun agak sedikit kecewa, karena waktu satu hari penuh, kami hanya belajar membiasakan gagdet. Saya sedikit berpikir, sepertinya agak sia-sia waktunya. Cukup bikin e-book optimalisasi penggunaan tablet A8 bagikan ke kita, dan kayaknya kita bisa pelajari sendiri deh. Waktu yang ada lebih baik untuk mendalami keilmuan di kanal-kanal yang ada.
Tapi kemudian, saya sadar, inilah pikiran egoios saya. Of course sekali lagi ini lahir dari kelemahan saya, yang tidak sabaran. Saya seharusnya lebih netral dan jernih, agar ilmu yang disampaikan bisa diserap dengan baik. Karena apriori dapat menghalangi sebuah ilmua atau keberkahan dari ilmu sendiri itu sendiri.
Saya mulai merubah mindset saya. Saya rubah seperti layaknya seorang stake holder yang melihat presentasi dari penyedia multimedia communication di bidang pendidikan. Dan saya akhirnya melihat, bahwa apa yang samsung ciptakan dalam A8, adalah salah satu jawaban dari kebutuhan perangkat IT dalam bidang pendidikan.
Kemudahan dalam menulis, searching (baca : literasi, presentasi, membuat video, membuat perangkat pembelajaran, game, bahkan buku dan ptk, plus layar yang besar dan tidak membuat sakit mata. Maka saya sadar, bahwa  ini bukan masalah tools, tapi ini adalah the future learning......
Pembelajaran masa depan, start by 21 century learning, adalah bukan semata-mata sebuah tools, tapi sebuah metode. Sebuah mindset yang berbeda tentang cara mengajar itu sendiri.
Mindset bahwa anak2 harus dibimbing semakin kreatif, semakian memanfaatkan sebuah tools, apapun yang dia punya, semakin membuat mereka memiliki passion, dan mimpi untuk diperjuangkan.
Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang mengajarkan apa yang belum ada, mengajarkan anak-anak memecahkan masalah yang belum ada, dan mengajarkan anak-anak bisa menggunakan perangkat yang belum tercipta.
Kita tidak mengajarkan obyek, tapi kita mengajarkan metode. Mengajari how to...
Lalu hubungannya dengan samsung A8? Bagi saya, ini adalah cara kita memandang sebuah masalah.
Apakah anda fokus pada A8? Atau anda fokus pada metode pengajarannya.
IGI tidak mengajari semata-mata samsungnya. Tapi IGI mengajari metodenya. A8 mendukung literasi guru. A8 mendukung guru kreatif. A8 mendukung guru membuat berbagai media pembelajaran menarik dengan mudah. So what?
Kalau harus A8, why not? Toh spesifikasinya sangat mumpuni. Tidak ada masalah.
Ditambah samsung siap menjadi rekanan. Mana lagi coba, gagdet yang berkembang sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Kalau besok ada, jelas, dia melihat pasar. Tapi samsung pionernya.
Saya ingat betul,...jauh sebelum ada kabar TOT Surabaya, saya cukup interest dengan iklan samsung di televisi tentang tablet ramah keluarga.tablet aman untuk keluarga. Itu A8.
Ini yang dicari orangtua dan guru. Gagdet yang membawa kepada kemajuan dan positif bukan pada pengaruh negatif.
Kalaupun pada akhirnya dipakai untuk negatif, memang tergantung orangnya sih.
Tapi misalnya gini. Ada sebuah pisau. Di pakai anak-anak. Berbahaya tentu. Bisa membunuh dan bisa melukai. Tapi bisa juga dipakai hal yang positif. Apapun pisanya bisa ya?
Nah, seandainya ada yang menawarkan pisau yang ganggangnya lebih safety. Tidak mudah licin atau basah. Sehingga dipegang lebih aman. Pisau itu juga dilengkapi penutup pisau, sehingga anak2 bisa mulai belajar dengan aman, kalau sudah terampil baru dilepas penutup tajamnya, kemudian dari plastik bebas racun dan aman untuk kesehatan. Artinya pisau yang diciptakan untuk belajar. Bisa melukai ? tentu..kalau dipakai tanpa pengawasan. Tapi lebih aman? Jelas.
Nah, anda jadi orangtua pilih yang mana? Tentu pisau yang lebih aman bukan?
Jadi, sekali lagi, ini masalah mindset. TOT Surabaya, mengajari mindset, bukan hanya tools.
Pelajaran kesekian kalinnya, adalah ketika pak Gatot menawarkan sebuah pelatihan untuk siswa. Syaratnya adalah memiliki laptop. Seorang guru dari sekolah biasa mengatakan, “siswa saya tidak punya laptop pak?”
Jawaban pak Gatot adalah “Solve your problem
Yes, inilah mindset. Apapun kendalanya, adalah tugas kita sebagai guru untuk tetap mengajar dengan baik. Caranya, kita yang berpikir, kita yang merancang, kita yang mendesain. Jangan banyak mengeluh, jangan banyak alasan. Kita yang memecahkan masalah. Karena itulah guna nya akal dan pikiran bukan? ini tugas kita bukan? Kita adalah guru. Pemegang kelanjutan sebuah peradaban. Pewaris hal yang paling berharga di dunia ini,yaitu ilmu.
Maka ketika ada seorang rekan yang melihat saya mengajar dengan dengan tablet, dia bertanya,
High cost learning ya?”
dan saya sudah bisa jawab. Dengan tersenyum manis, “Bukan ini Future learning.” Tentu dengan bangga dan menggunakan seragam IGI.
***




Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog