Breaking News

Selasa, 20 Maret 2012

Bertanggung jawab dan Dapat dipercaya

Membaca judul diatas, teringat pada janji dasa darma pramuka, yaitu bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Suatu sifat yang luhur dan diperlukan. Namun tanyakanlah pada orang disekitar anda. Mudahkah menjadi orang yang bertanggungjawab dan dapat dipercaya? Pasti jawabannya seragam. sulit. Padahal sifah ini harus melekat pada para pimpinan, termasuk pimpinan disekolah. Jika tidak, maka akan terjadi kisah seperti yang terjadi di suatu sekolah terpencil di antah berantah.
Hari itu sekolah terpencil di antah berantah heboh. Bagaimana tidak. hari itu ada jadwal pendidikan bela negara oleh Korem setempat. Mekanismenya, siswa pelajar dari seluruh kecamatan di kumpulkan di pusat kecamatan. Masalahnya, jarak dari sekolah kami ke kecamatan mencapai 15 km. Tak ada angkot pula. Tentu, anak-anak resah, guru-guru bingung namun kegiatan ini cukup esensial dan bersifat setengah `wajib`. Namanya saja bela negara, penyelenggaranya TNI-AD pula..sebagai stake holder, kita tentu mendukung segala hal yang positif untuk peserta didik. Sehingga ditetapkan bahwa siswa akan berangkat bersama - dengan segala kendaraan yang ada - pukul 08.00 (acaranya pukul 09.00). Pengumuman yang kami sebarkan sejak satu minggu yang lalu, dipahami betul oleh anak-anak. Sehingga mereka hanya membawa satu buku pelajaran saja di jam pertama.
Pagi saya sudah siap. Sebagai orang yang ditugasi mengawal anak-anak, saya sudah menyiapkan diri. Maka pukul 7.45 pak A sang koordinator melapor ke Kepsek menanyakan apa saja yang akan disiapkan untuk anak-anak. dan apa yang terjadi ?
Pak Kepsek justru berkata : lho pak, kan acara di undur jam 13.00 ? 
Suatu pernyataan yang membuat gempar..bagaimana tidak? anak-anak sudah siap berangkat. Kenapa tidak ada yang memberitahu kami...!!!
Apalagi Bapak Kesiswaan sedang izin karena keluarganya sakit. Untung saja alasannya masuk akal, coba kalau izin dengan alasan yang tidak masuk akal, legalisir ijazah misalnya..kita bisa sangat kecewa berat. Bapak Kesiswaan sebenarnya sudah mendapat informasi dari penyelenggara tentang pengunduran jam, sejak hari jumat malah. Tapi kenapa kabarnya tidak terdengar oleh kami, para koordinator. Ooh ya...mungkin salah kami juga, kenapa tidak menanyakan. Tapi lebih bersalah mana, orang yang bertanggungjawab dan tahu - tetapi tidak memberikan informasi, atau kita para bawahan dan tidak tahu - dan tidak menanyakan informasi ? Wallahualam. yang jelas, pagi ini tiba-tiba semua kacau. Kami berusaha keras membuat tenang siswa. Tapi siswa kami bukanlah anak kecil yang bisa dibujuk. mereka para pemuda yang berkemauan keras. dan mereka sangat kompak, terutama untuk protes dan menolak belajar. Alasanny karena tidak membawa buku. Kami berusaha keras menjelaskan duduk permasalahannya pada siswa. Untunglah kelas X OK. Mereka menurut dan mau belajar tanpa buku tulis. Kelas XII pun tidak ada masalah. Mereka tetap konsentrasi menghadapi ujian. Maka tinggal kelas tengah, alias kelas XI. Memang, jika sedari awal kami mengajari siswa yang telah terbiasa bersikap sopan santun, maka pasti akan terjadi diskusi dengan ramah dan saling mengerti. Tapi jika yang kami ajar adalah siswa yang terdidik dengan alam yang keras, mereka justru protes dan minta pulang. Bahkan ada yang minta nomer telepon bapak kesiswaan, mau dihadang dijalan.
Salah satu kelas kompak menyobek tiket yang sudah dibeli didepan guru dan menolak untuk belajar. Kami, para guru dengan tinggi tidak lebih dari 160 cm dan berat kurang dari 45 kg, harus menghadapi siswa-siswa yang tingginya rata-rata 170 cm dan berat 50 kg x 30 x 2 kelas. Hingga terpaksa 2 guru laki-laki harus turun tangan. Demikianlah kekacauan hari ini. Hanya itu saja? Tidak. Ternyata, para guru yang mengajar pada setelah jam ke 3 memilih izin untuk urusan keluarga. Sehingga lengkaplah sudah. Siswa tidak siap belajar, Guru tidak ada yang mengajar. Satu lagi, mereka protes bahwa harga tiket yang wajib mereka beli sebesar 4000, tetapi sekolah yang lain hanya 1000. Mereka bahkan menuding bahwa sekolah mencari untung. Padahal Demi Allah..kita semua tidak tahu. Kami hanya diinstruksikan untuk mengdistribusikan dan mengkoordinir siswa sesuai tanggungjawabnya.
Tanggungjawab? ya kata itu membuat kita malu. Ini tanggungjawab kita. Harusnya kita lebih kritis. Lebih banyak bertanya. Walaupun memang kami banyak dizalimi di sini. Whatever, ini tanggungjawab kami Untunglah, dengan kekompakkan para guru yang tersisa pagi itu, siswa berhasil kami ajak dialog secara demokratis dan tanpa mengintimidasi. Kami memahami mereka, tapi merekapun harus menurut dengan aturan kami. Akhirnya pelajaran kami lanjutkan sampai pukul 10.00 dan wajib hadir pukul 12.30 di lokasi - termasuk yang telah menyobek karcis, kami minta membawa sobekannya. Guru-guru yang bertugas, kami telepon satu persatu. Walaupun terlambat tapi mereka mau hadir yang memberi pelajaran barang beberapa menit. Dan ternyata mereka - baik guru dan murid- pun cukup konsekuen dengan hasil dialog kami. Kami memilih memulangkan siswa lebih awal, agar para siswa lebih leluasa memilih transportasi. Masalah lainnya, termasuk harga tiket akan kami bahas lebih lanjut. Ya, tentu harus dibahas. Ini masalah tanggungjawab, dan ini masalah kepercayaan. Terutama oleh kita, panutan negara, yaitu guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog